marquee

Selamat Datang di Blog Kami

welcome

Berbagi itu Indah dan Senyum itu Sedekah

Kamis, 24 Juni 2010

Dajjalisme dan Euphoria Piala Dunia

Siapa yang tak mengenal sepak bola, baik kecil, besar, tua dan muda menyukai nya. Bahkan kalau ditanya seluruh manusia di dunia ini pasti mengenal dan menyukai sepak bola. Begitulah yang sedang terjadi Saat ini, gelegar Piala Dunia 2010, hampir terdengar di seluruh pelosok negeri. Saat ini, negeri Nelson Mandela, Afrika Selatan, menjadi sejarah perhelatan sepak bola terbesar di dunia untuk tahun ini. Euphoria terdengung di mana-mana. Sebuah prestise dipertahankan dan harga diri bangsa diagungkan melalui piala dunia. Makanya tidaklah diherankan jika setiap duta negara berusaha merebut tropi emas tersebut sebagai lambang kegaghan negara mereka.
Ahmad Thomson, seorang penulis muslim britis dan ketua persatuan pengacara muslim dalam bukunya Dajjal: the AntiChrist (1997) atau “Sistem Dajjal” menyebutkan bahwa Dajjal akan muncul sebagai individu, sebagai gejala sosial budaya global dan sebagai kekuatan gaib yang tidak tampak. Dan saat ini yang baru muncul adalah fenomena yang terkait dengan tatanan sosial, budaya, politik, pendidikan, ekonomi, hukum dan moralitas yang mengalami kekacauan (chaos) akibat dari kekuatan atau ideologi yang tidak nampak tadi. Sedangkan Dajjal sebagai individu menurut Thomson memang saat ini belum nampak.
Namun yang harus digaris bawahi adalah bahwa dalam sistem Dajjal ini nilai-nilai yang ditawarkannya adalah seperangkat nilai yang bertentangan dengan iman dan tauhid, semuanya berbasis syahwat, materi serta berusaha menggiring manusia kepada kekufuran, karena memang worldview dari sistem Dajjal ini adalah kekufuran sejati.
Lalu bagaimana koherensi gerakan Dajjalisme ini dengan fenomena euphoria atau gila piala dunia yang membuat gegap gempita setiap sudut bumi dari timur dan barat selatan maupun utara. Sejenak mari kita review kembali ingatan kita akan fenomena kerusakan moral dan sosial akibat gerakan Dajjalisme di lapangan hijau ini baik di tingkat dunia maupun lokal.
Mungkin masih hangat dalam ingatan kita bagaimana fatwa mufti Al-Azhar yang mengharamkan fanatik sepakbola terhadap para supporter mesir ternyata tidak mendapat tanggapan, yang terjadi malah sebaliknya para supporter fanatikus sepakbola dari negeri pyramida itu justru terlibat kerusuhan dengan sesama supporter Al-jazair setelah pertandingan prakualifikasi piala dunia yang dimenangkan Aljazair November 2009 lalu, ironis sepakbola rupanya lebih legit ketimbang fatwa sang mufti.
Kerusuhan antar supporter akibat fanatik sepakbola bukan hal yang aneh lagi dalam ingatan kita, Tragedi Heysel, Belgia, pada Piala Champions Eropa tahun 1985 memakan korban nan memilukan, disusul empat tahun kemudian meletus tragedi Hillsborough dikota Sheffield pendukung fanatik Liverpool meregang nyawa sia-sia lagi-lagi karena tumbal sepakbola. Kemudian mari kita tengok bumi pertiwi kita ini, fenomena kerusuhan Jakmania, The Viking, Bobotoh atau Bonek, Aremania, Hooligan Mania, ikut mewarnai kerusakan moral dan sosial akibat “agama baru” bernama sepakbola ini.
Kemudian mari kita jalan-jalan sejenak ke negara Jerman sana, ummat muslim Jerman menjadi saksi atas pelecehan terhadap Islam dan Rasulullah yang dilakukan oleh supporter klub Schalke lewat yel-yel lagu klub mereka, dimana dalam lagu tersebut tersembul bait yang menyebutkan “Muhammad adalah seorang Nabi yang tidak memahami sepakbola,, Namun dari semua warna yang ada Nabi memilih warna kebesaran Schalke, biru dan putih,” jelas hal tersebut merupakan penghinaan dan membuat muslim jerman marah..lagi-lagi logika sepak bola sudah menjadi “agama baru” bukan hanya sekedar olahraga bagi para fanatikusnya. Dalam piala dunia saat ini entah mana lagi yang akan dijadikan tumbal fanatisme dan logika “agama baru” tersebut dan kita pun dipaksa untuk “mengimaninya”
Agaknya sentilan penuh canda yang cukup menohok dari seorang ustadz, beliau mengatakan bahwa saat piala dunia tengah berlangsung maka dapat dipastikan sebagian umat Islam akan rajin “qiyamulail (shalat tahajjud)” setiap malam, kiblatnya adalah televisi dan wiridnya adalah teriakan “Goaalllll…!!! Goaaallll..! atau mungkin wirid lain yang membuatnya lebih khusyu sampai matahari pagi tersenyum kepadanya.
Namun disaat yang sama dibelahan bumi Islam disana, Palestina, Irak, Afghanistan, Patani Thailand dan lainnya tengah berkecamuk mempertahankan akidah dan berlomba-lomba menjemput syahid fi sabilillah demi membeli syurganya Allah dengan tetesan darahnya. Mereka berjuang melawan kebiadaban tentara zionis, berhadapan dengan mortir mematikan yang siap menyalak setiap saat mengantarkan para mujahidin menuju syahid fi sabilillah. Sedangkan kita masih terlena dalam buaian Dajjalisme berselimut euphoria semu seraya berteriak dalam igauan mimpi..Goaaaalllllll…!!
Padahal Allah swt telah menegaskan dalam al –Qur’an (Al-Hadid:57: 20)
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Dan dari sudut lain protokol Zionis Versi Rothchild mnyebutkan “Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan”. Naudzubillahi min zalik

Pandangan islam terhadap euphoria piala dunia

Dalam kitab Bughyatul Musytaq fi Hukmil lahwi wal la'bi was sibaq (kemaksiatan yang berasal dari permainan dan perlombaan yang melalaikan) disebutkan, "Para ulama Syafiiyah telah mengisyaratkan diperbolehkannya bermain sepak bola, jika dilakukan tanpa taruhan (judi). Dan, mereka mengharamkannya jika pertandingan sepak bola dilakukan dengan taruhan. Dengan demikian, hukum bermain sepak bola dan yang serupa dengannya adalah boleh, jika dilakukan tanpa taruhan (judi)."
As-Sayyid Ali Al-Maliki dalam kitabnya Bulughul Umniyah (harapan yang tinggi) halaman 224 menjelaskan, "Dalam pandangan syariat, hukum bermain sepak bola secara umum adalah boleh dengan dua syarat. Pertama, sepak bola harus bersih dari unsur judi. Kedua, permainan sepak bola diniatkan sebagai latihan ketahanan fisik dan daya tahan tubuh sehingga si pemain dapat melaksanakan perintah sang Khalik (ibadah) dengan baik dan sempurna.
Syekh Abu Bakar Al-Jazairi dalam karyanya Minhajul Muslim (pegangan seorang muslim) halaman 315 berkata, "Bermain sepak bola boleh dilakukan, dengan syarat meniatkannya untuk kekuatan daya tahan tubuh, tidak membuka aurat (bagian paha dan lainnya), serta si pemain tidak menjadikan permainan tersebut dengan alasan untuk menunda shalat. Selain itu, permainan tersebut harus bersih dari gaya hidup glamor yang berlebihan, perkataan buruk dan ucapan sia-sia, seperti celaan, cacian, dan sebagainya." Konkritnya, semua pertandingan khususnya sepak bola halal selagi tidak merusak dan mengikis akidah serta ibadah seseorang.
Dan bagaimana dengan hukum menyaksikan pertandingan tersebut? Berkaca pada kebolehan bermain sepak bola tersebut, menonton atau menyaksikannya juga diperbolehkan. Tentu saja ada syarat-syarat yang harus terpenuhi.
Menyaksikan pertandingan tersebut diperbolehkan asal bersih dari segala bentuk perjudian dan taruhan, tidak membuka aurat, tidak ikhtilat (campur-baur antara laki-laki dan perempuan), tidak diiringi dengan minuman keras, dan tidak melanggar norma-norma agama lainnya.Dengan demikian, jelaslah hukum dari permainan sepak bola itu. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam telah mengatur segala bentuk kehidupan umat manusia, termasuk dalam hal berolahraga.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu." (QS Al-Maidah [5]: 3). Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin dan muslimat untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan di tengah-tengah euphoria piala dunia yang sedang menggema di belahan bumi. Wallahu A'lam.
READ MORE - Dajjalisme dan Euphoria Piala Dunia

Kamis, 17 Juni 2010

Mereview Makna Jahiliyah dalam al-Qur’an

Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan dengan munculnya video mesum mirip seleberitis papan atas Indonesia yang dilakoni oleh Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. Bak gayung bersambut, secepat mungkin massa merespon aksi-aksi pornografi yang ditampilkan dalam adegan tersebut. Besar, kecil, tua dan muda mengutuk tindakan para pelaku adegan dan penyebar video tersebut sehingga bermunculan opini publik menganggap sebuah kejahatan individual dan cyber crime. Sungguh hal yang memalukan, jika hal ini benar. Apakah ini disebut dengan jahiliyah modern di tengah hedonisme kemajuan ataukah peradaban yang permisif di tengah glamoritas kehidupan yang heterogen.
Kata jahiliyah adalah sebuah kata yang sudah sangat populer di kalangan umat Islam. Kata jahiliyah dipahami sebagai suatu masa sebelum kemunculan Islam; merupakan masa yang penuh dengan kegelapan, kebodohan, serta jauh dari peradaban. Agaknya, mengartikan jahiliyah dengan pengertian di atas tidaklah seluruhnya salah. Karena jahiliyah secara harfiyah memang berarti kebodohan. Akan tetapi, menyebut bangsa Arab sebelum Islam sebagai bangsa yang bodoh dan jauh dari peradaban juga tidak sepenuhnya benar. Sebab, sejarah mengakui bahwa pada masa sebelum kemunculan Islam, bangsa Arab merupakan bangsa yang sangat maju dalam seni berbahasa. Bahkan, semenjak masa sebelum Islam sampai sekarang, tidak ada satupun bangsa di dunia ini, yang bisa menyamai kemampuan seni berbahasa bangsa Arab. Oleh karena itulah, al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar, yang salah satunya dari segi keindahan bahasanya.
Akan tetapi, jika kita mencermati kata jahiliyah di dalam al-Qur’an, kita akan menemukan makna jahiliyah lebih kepada arti sikap-sikap hidup yang negative. Dan jahiliyah tidak hanya terbatas kepada masa sebelum kemunculan Islam, akan tetepai bersifat umum; kapanpun dan di manapun asalkan sikap-sikap itu dimiliki sebuah masyarakat, maka sebutan masyarakat jahiliyah layak di sandang mereka. Ada empat kali kata jahiliyah disebutkan di dalam al-Qur’an;
Pertama, surat Ali ‘Imran [3]: 154
“…sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah….”
Dalam ayat di atas, kata jahiliyah menunjukan sikap hidup berupa buruk sangka dan penuh kecurigaan. Begitulah salah satu sikap hidup yang dimiliki masyarakat Arab sebelum kelahiran Islam. Mereka hidup dengan saling curiga, saling mencari aib, kekurangan orang lain dan jauh dari rasa saling menghargai. Mereka lebih senang memiliki banyak musuh daripada banyak kawan. Sehingga, salah satu ajaran pokok al-Qur’an adalah menghilangkan rasa buruk sangka dan curiga kepada orang lain (Q.S. al-Hujurat [49]: 12).
Jika kita cermati bangsa kita, ternyata sikap ini sudah sangat melekat dalam budaya anak bangsa ini. Di mana saling curiga dan cari kesalahan adalah hal yang sudah begitu dekat dengan kehidupan kita. Rakyat yang selalu curiga kepada pemimpin, para pemimpin dan elit bangsa sendiri yang saling curiga dan saling cari kesalahan, saling mencari kambing hitam atas sebuh musibah, hanya bisa menunjukan kekurangan orang lain, namun tidak bisa memberikan masukan, hanya bisa mengkritik tetapi tidak bisa memberikan solusi. Begitulah bentuk jahiliyah pada abad modern yang dipertontontakn bangsa ini.
Kedua, surat al-maidah [5]: 50
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,…”
Ayat di atas, membicarakan jahiliyah dalam makna hukum; di mana berlaku hukum di tengah masyarakat Arab sebelum Islam, yang kuat menindas yang lemah, yang kaya menindas yang miskin, yang banyak menindas yang sedekit dan seterusnya. Tidak ada belas kasih dan sikap mendahulukan kepentingan orang lain. Sehingga, ajaran moral yang terpenting di dalam al-Qur’an adalah berbuat ihsan “mendahulukan kepentingan dan kebahagian orang lain” (QS. An-Nahl [16]: 90).
Jika kita jujur mencermati bangsa ini, ternyata pola hukum jahiliyah juga menjadi ciri kehidupan bangsa ini. Masih hangat dalam ingatan kita ketika seorang nenek mencuri tiga biji kopi berakhir dengan penjara satu bulan lima belas hari, dua orang pria mencuri semangka karena haus dan lapar berhadapan dengan elit penguasa dan penjara sampai lima tahun, tregedi Pasuruan 15 September 2008 dua tahun yang lalu, zakat yang berujung maut, 21 orang tewas dan belasan lain dirawat di rumah sakit, memperlihatkan betapa anak bangsa ini tidak lagi memperhatikan kebaikan dan kemashlahatan orang lain. Mereka bersedia menginjak dan membunuh sesama hanya untuk mendapat 30.000 rupiah. Mereka hanya melihat diri mereka, tanpa memperhatikan orang lain, sehingga yang kuat menindas dan menginjak yang lemah. Lihat; betapa korban yang meninggal dan terinjak adalah para wanita dan orang tua. Orang yang kuat tidak lagi membantu yang lemah, tetapi malah mnginjak dan membunuh mereka. Andai saja budaya antri dan mau di atur sudah menjadi bagian dari budaya bangsa ini, tentulah insiden seperti itu tidak akan terjadi. Belum lagi para wakil rakyat yang heboh minta jatah dan anggaran, para penguasa yang tidak peduli terhadap jeritan dan tangisan rakyat. Inilah gambaran hukum jahiliyah yang dipertunjukan bangsa ini.
Ketiga, al-Ahzab[33]: 33
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…”.
Kata jahiliyah dalam ayat di atas menjukan sikap hidup negatif yang pernah dipertunjukan wanita jahiliyah, berupa cara berpakian dan berpenampilan. Kata tabarruj, secara harfiyah berasal dari kata buruj/baraj, yang berarti benteng/tower. Benteng/tower dinamakan buruj karena, letaknya yang tinggi, sehingga jika kita memandang dari kejauhan yang pertama terlihat adalah benteng/tower yang ada di tempat tersebut. Tabarruj artinya menjadi fokous pandangan dan perhatian orang banyak.
Dahulu, Wanita jahiliyah berpakaian sangat “norak”, hiasan yang mencolok serta tampilan lain yang pada akhirnya menjadi objek pandangan mata manusia. Oleh karena itu, tidaklah salah jika pada masa sebelum Islam, wanita tidak dihargai dan mendapatkan pelecehan seksual dari kaum lelaki. Oleh karena itulah, di antara ajaran moral dalam Islam adalah bagaimana mansuia khususnya para wanita seharusnya berpakaian, menjaga mata dan nafsu seks (QS. An-Nur [24]: 31)
Akan tetapi, pemandangan yang sama juga dengan mudah ditemukan hari ini. Para wanita muslimah – katanya - menampilkan pakaian yang sangat minim, tipis, sempit, dengan berbagai macam bentuk perhiasan dan kosmetik, sehingga penampilan para wanita sekarang betul-betul menjadi objek yang menghibur mata lelaki. Oleh karena itu, mall-mall di mana-mana dipadati para remaja dan anak muda bukan untuk berbelanja, tetapai hanya untuk “cuci mata”- meminjam istilah anak muda sekarang-, karena di sana akan dengan mudah di temukan para wanita yang menampilkan kecantikan tubuh mereka melalui balutan busana minim.
Keempat, surat al-Fath [48]: 26
“Ketika orang-orang yang tidak beriman menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah…”
Kata jahiliyah dalam ayat di atas, menunjukan makna keangkuhan, kesombongan, mudah tersinggung, pendendam, pemarah, serta jauh dari sikap lemah lembut. Oleh karena itulah, al-Qur’an mengajarkan bagaimana supaya manusia menjadi makluk pemaaf dan tidak mengingat kesalahan orang lain. (al-Ma’idah [5]: 12).
Sikap jahiliyah ini juga menjadi bagian dari cirri kehidupan bangsa ini, betapa bangsa ini sangat dekat dengan pola kehidupan yang penuh kekerasan, perkelahian dan kesadisan. Bangsa ini sudah sangat jauh dari sifat pemaaf. Adalah persoalan kecil sangat sering memunculkan pekelahian massal, perekelahian antar nagari dan antar kampung, tawuran antar pelajar, mahasiswa, rakyat jelata dengan aparat penegak hukum sperti satpol PP, Polisi dan TNI, sesama penegak hukum seperti polisi dengan TNI, tidak terkeculai anggota DPR di Senayan bahkan di daerah yang katanya merupakan kelompok elit dari bangsa ini yang berperan sebagai duta rakyat. “Main sikut” dan “gontok-gontokan” adalah ciri khas bangsa ini.
Demikianlah sepintas interpertasi tematik makna jahiliyah. Jahiliyyah bukan hanya berarti bodoh, tapi juga bermakna sombong, membuat orang lain resah, tidak peduli kepada orang-orang miskin, dan hidup slalu mementingkan diri sendiri. Sampai kapan kita akan menjadi bangsa Jahiliyah? Apakah kita akan menunggu datangnya nabi kembali? Yang pasti jawaban tentu tidak, sebab kenabian sudah berakhir. Bangsa ini hanya bisa meninggalkan tradisi jahiliyahnya, jika semua memiliki niat yang sama untuk mau berubah. Perubahn harus dilakukan secara kolektif dan universal. Wallahu a’lam
READ MORE - Mereview Makna Jahiliyah dalam al-Qur’an

Kamis, 10 Juni 2010

Tanda Kehancuran Israel

Tanda Kehancuran Israel

Saat ini, Bangsa Yahudi telah memperlihatkan keangkuhan dan kesombongannya terhadap dunia, terutama kaum muslimin palestina. Sehingga menuai protes dari berbagai Negara terhadap tindakan keji yang mereka lakukan di bumi kudus tersebut. Mereka tidak menghiraukan lagi norma-norma kemanusian bahkan menyerang para relawan dari manca Negara yang datang secara sosial membantu penduduk di sana. Namun, tanpa mereka sadari justru hal itulah yang menjadi awal kehancuran mereka. Begitulah yang diinformasikan Allah swt dalam al-Kitab termasuk al-Qur’an al-Karim surat al-Isra’ [17]:4-6
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam al-Kitab “sesungguhnya kamu pasti berbuat kerusakan di bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman bagi yang pertama dari keduanya, Kami datangkan kepada kamu hamba-hyamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela masuk ke kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepada kamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantu dengan harta kekayaan serta anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.”
Begitulah gambaran al-Qur’an terhadap bangsa Israel atau Yahudi, bahwa ketika mereka telah berada pada puncak kesombongan dan kezaliman, Allah swt akan mengutus satu kelompok kuat yang akan menghancurkan dan memporak-porandakan mereka. Betapa sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa Yahudi selalu jatuh bangun akibat kesombongan mereka sendiri.
Dalam catatan sejarah, bangsa Yahudi telah mengalami banyak penyiksaan akibat ulah kesombongan dan kedurhakaan mereka setelah meninggalnya nabi Sulaiman as. yang merupakan puncak kejayaan Yahudi. Pada tahun 606 SM, berkali-kali Nebukadnazer penguasa Babil menindas mereka. Bangsa Yahudi ditawan, disiksa dan dijadikan budak-budak. Pada tahun 598 SM, kembali bangsa Babil melakukan penyerangan ke daerah Yerusalem, dan korban kali ini lebih banyak dari sebelumnya bahkan raja Yahudza dijadikan tawanan dan kuil Sulaiman dihancurkan serta kitab suci mereka dibakar.
Beberapa waktu kemudian, bangsa Israel sadar dari kesalahan mereka dan bertaubat sehingga mereka mampu bangkit dan kondisi mereka kembali membaik. Setelah empat puluh tahun berada dalam kekuasan kerajaan Babil muncullah kekuatan baru, Persia. Kerajaan ini melakukan penyerangan kepada bangsa Babil dibawah pimpinan Koresy. Kerajaan Persia akhirnya mampu menaklukan kekuasaan Babil pada tahun 538 SM. Ketika itulah bangsa Yahudi dapat sedikit bernafas dengan lega, dan pada tahun 530 SM mereka diperkenankan kembali ke Yerusalem dan mendirikan kerajaan baru di sana sebagai imbalan atas kerjasama mereka mengalahkan bangsa Babil. Namun demikian, mereka tetap berada di bawah kekuasan Persia. Pada masa kekuasaan/penjajahan Persia itulah Zurabbael seorang bangsawan keturunan nabi Daud as kembali membangun tempat peribadatan bekas bangunan Daud dan Sulaiman yang pernah dihancurkan kerajaan Babil. Dan Uzair kembali menulis kitab suci yang masih teringat dan disimpan kembali di mihrab tempat peribadatan itu. Ketika itu bangsa Yahudi tidak mengerti lagi bahasa Ibrani, mereka menggunakan bahasa Aramiya disamping mereka tidak lagi mengesakan Tuhan sebagaimana ajaran nabi Daud dan sulaiman, dan para pemuka agama Yahudi melakukan berbagai penyimpangan ajaran tauhid. Kemusyrikan dan ajaran pagan menjangkiti masyarakat Yahudi bahkan mereka kembali kepada keangkuhan dan kesombongan dan berbuat kerusakan di bumi..
Ketika itulah datang kekuatan baru dari Makedonia, Iskandar Zulkarnain yang berhasil menyerang dan mengalahkan kekarajaan Persia. Iskandar Agung kemudian menaklukan Yerusalem pada tahun 333 SM. Pada masa inilah dilakukan gerakan helenisasi dalam segala bidang. Nama-nama orang Yahudi pun diganti dengan nama Yunani. Orang-Orang Yahudi kemudian dihinakan dan dipaksa menari tanpa busana.
Selanjutnya sedikit demi sedikit kondisi bangsa Yahudi kembali membaik, karena kekuasaan sedikit berpihak kepada mereka. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama setelah jatuhnya Yerussalem ke dalam kekuasaan Mesir (Ptolomy) sekitar tahun 166 SM. Kemudian mereka bangkit lagi dibawah pimpinan salah seorang keturunan Bani Israel hingga tahun 40 SM. hal inipun tidak bertahan lama, karena munculnya kekuatan baru yaitu bangsa Romawi. Bangsa Yahudi berkali-kali melakukan pemberontakan, namun berhasil ditumpas atas kerjasama bangsa Romawi dengan Yosephus Ibn Mattas (seorang penghianat Yahudi) di bawah pimpinan Titu, putera Kaisar Vespasianus (39-81M). Ini terjadi sekitar tahun 70 M. Baitullah yang berada di Yerusalem dibakar habis, dan ratusan ribu orang Yahudi dibunuh.
Selanjutnya sekitar tahun 132-135 M timbul lagi pemberontakan yang dipimpin oleh Simon Bar Kozinah, dan kali ini penghancurannya dilakukan oleh Adrianus. Tidak kurang dari 580.000 orang Yahudi mati terbunuh.
Salah seorang penguasa yang diangkat Romawi yang bernama Herodus, berupaya mengobati hati orang Yahudi dengan membangun sebuah haikal atau tempat peribadatan di lokasi tempat kuil sulaiman yang sebelumnya telah dihancurkan. Tetapi ibu Kaisar Kostantin, Helena memerintahkan agar tempat itu dijadikan tempat pembuangan sampah, dan tiang-tiang tinggi yang semula direncanakan membangun tempat peribadatan Yahudi diarahkan untuk pembangunan gereja di suatu lokasi yang diduga makam nabi Isa as.
Begitulah bentuk penghancuran, penindasan, dan penghinaan yang diterima bangsa Yahudi akibat kesombongan dan kedurhakaan mereka. Begitu juga ketika Islam datang, Nabi Mihammad saw melakukan perjanjian damai dengan mereka di Madinah. Namun kemudian mereka mengingkarinya, sehingga umat Islam terpaksa mengusir mereka dari kampung mereka, seperti yang dilakukan kepada bani Nadhir dan bani Quraizhah.
Demikianlah perjalanan bangsa Yahudi yang selalu jatuh bangun akibat kesombongan mereka. Setiap kali mereka menyombongkan diri, saat itu pula kehancuran sudah menanti mereka, dan saat itu juga pasukan Allah akan datang untuk menghancurkan mereka. Wallahu a’lam
READ MORE - Tanda Kehancuran Israel