marquee

Selamat Datang di Blog Kami

welcome

Berbagi itu Indah dan Senyum itu Sedekah

Selasa, 27 November 2012

FENOMENA GHULUW (MELAMPAUI BATAS) DALAM AGAMA


Sikap ghuluw (melampaui batas atau berlebih-berlebihan) dalam agama adalah sikap yang tercela dan dilarang oleh syariat. Sikap ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya; juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam urusan agama.

Banyak sekali dalil-dalil al-Qur'ân dan Sunnah yang memperingatkan dan mengharamkan ghuluw atau sikap melampaui batas tersebut.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". [al-Mâ`idah/5:77]

Dalam hadits yang diriwayatkan dari `Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu, dia berkata: "Pada pagi hari di Jumratul Aqabah ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku: “Ambillah beberapa buah batu untukku!” Maka aku pun mengambil tujuh buah batu untuk beliau yang akan digunakan melontar jumrah. Kemudian beliau berkata:

أَمْثَالَ هَؤُلاَءِ فَارْمُوْا ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

“Lemparlah dengan batu seperti ini!” kemudian beliau melanjutkan:
“Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.”[1]

Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang dikehendaki oleh syariat, baik berupa keyakinan maupun perbuatan.[2]

BEBERAPA ISTILAH UNTUK SIKAP BERLEBIH-LEBIHAN DALAM AGAMA.
Ada beberapa ungkapan lain yang digunakan oleh syariat selain ghuluw ini, di antaranya:

1. Tanaththu’ (Sikap Ekstrem).
`Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:

هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ

“Celakalah orang-orang yang ekstrim!” Beliau mengucapkannya tiga kali.”[3]

2. Tasyaddud (Memberat-Beratkan Diri).
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُشَدِّدُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدِّدُ اللهُ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللهُ عَلَيْهِمْ فَتِلْكَ بَقَايَاُهْم فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارِ وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ

"Janganlah kamu memberat-beratkan dirimu sendiri, sehingga Allah Azza wa Jalla akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah memberatkan diri mereka, lalu Allah Azza wa Jalla memberatkan mereka. Sisa-sisa mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan, mereka mengada-adakan rahbaniyyah (ketuhanan/kerahiban) padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka."[4]

Dalam hadits lain pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ

"Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal)."[5]

3. I’tidâ’ (Melampaui Ketentuan Syariat).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [al-Baqarah/2:190].

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا

“Itulah batasan-batasan hukum Allah, maka janganlah kalian melampauinya.” [al-Baqarah/2:187]

4. Takalluf (Memaksa-Maksa Diri).
Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ

“Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da'wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” [Shâd/38:86]

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu ia berkata, “Kami dilarang bersikap takalluf (memaksa-maksa diri).”[6]

SEBAB MUNCULNYA SIKAP GHULUW.
Sebab-sebab munculnya sikap ghuluw ini bermacam-macam, di antaranya:

1. Kebodohan dalam agama. Ini meliputi kebodohan terhadap tujuan inti syariat Islam dan kaidah-kaidahnya serta kebodohan dalam memahami nash-nash al-Qur'ân dan Sunnah. Sehingga kita lihat sebagian pemuda yang memiliki semangat akan tetapi masih dangkal pemahaman dan ilmunya terjebak dalam sikap ghuluw ini.

2. Taqlîd (ikut-ikutan). Taqlîd hakikatnya adalah kebodohan. Termasuk di antaranya adalah mengikuti secara membabi-buta adat istiadat manusia yang bertentangan dengan syariat Islam serta mengikuti tokoh-tokoh adat yang menyesatkan. Kebanyakan sikap ghuluw dalam agama yang berlaku di tengah-tengah masyarakat berpangkal dari sebab ini.

3. Mengikuti hawa nafsu. Timbangan hawa nafsu ini adalah akal dan perasaan. Sementara akal dan perasaan tanpa bimbingan wahyu akan bersifat liar dan keluar dari batasan-batasan syariat.

4. Berdalil dengan hadits-hadits lemah dan palsu. Hadits-hadits lemah dan palsu tidak bisa dijadikan sandaran hukum syar’i. Dan pada umumnya hadits-hadits tersebut dikarang dan dibuat-buat bertujuan menambah semangat beribadah atau untuk mempertebal sebuah keyakinan sesat.

BENTUK-BENTUK GHULUW.
Secara garis besar, ghuluw ada tiga macam: dalam keyakinan, perkataan dan amal perbuatan.

Ghuluw dalam bentuk keyakinan misalnya sikap berlebih-lebihan terhadap para malaikat, Nabi dan orang-orang shalih dengan meyakini mereka sebagai tuhan. Atau meyakini para wali dan orang-orang shalih sebagai orang-orang yang ma’shûm (bersih dari dosa). Contohnya adalah keyakinan orang-orang Syi’ah Rafidhah terhadap ahli bait dan keyakinan orang-orang sufi terhadap orang-orang yang mereka anggap wali.

Ghuluw dalam bentuk ucapan misalnya, puji-pujian yang berlebih-lebihan terhadap seseorang, doa-doa dan dzikir-dzikir bid’ah, misalnya puji-pujian kaum sufi terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan wali-wali mereka; demikian pula dzikir-dzikir mereka yang keluar dari ketentuan syariat. Contoh lainnya adalah menambah-nambahi doa dan dzikir, misalnya menambah kata sayyidina dalam salawat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ghuluw dalam bentuk amal perbuatan misalnya mengikuti was-was dalam bersuci atau ketika hendak bertakbîratulihrâm; sehingga kita dapati seseorang berulang-ulang berwudhu’ karena mengikuti waswas. Demikian seseorang yang berulang-ulang bertakbîratul ihrâm karena anggapan belum sesuai dengan niatnya.

Sebenarnya, ada satu jenis ghuluw lagi yang perlu diwaspadai yaitu ghuluw dalam semangat. Jenis ini biasanya merasuki para pemuda yang memiliki semangat keagamaan yang berlebih-lebihan akan tetapi dangkal pemahaman agamanya. Sehingga mereka jatuh dalam sikap sembrono dalam menjatuhkan vonis kafir, fasiq dan bid’ah.

VIRUS GHULUW.
Virus ghuluw ini biasanya diawali dengan sesuatu yang sepele namun dalam waktu singkat akan digandrungi sehingga kemudian meluas. Orang-orang yang bersikap ghuluw dalam agama akan berbicara tentang Allah Azza wa Jalla tanpa haq, tentang agama tanpa ilmu, sehingga akhirnya mereka sesat dan menyesatkan orang lain dari jalan yang lurus. Sikap ghuluw inilah yang merupakan penyebab munculnya seluruh penyimpangan dalam agama, demikian juga penyimpangan dalam sikap dan perbuatan.

Islam telah menentang semua perkara yang mengarah kepada sikap ghuluw. Semoga Allah Azza wa Jalla merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang berkata: “Agama Allah Azza wa Jalla adalah agama pertengahan, antara sikap ekstrim (berlebih-lebihan) dan sikap moderat (terlalu longgar).”

Ibnu Hajar rahimahullah menukil perkataan Ibnul Munîr sebagai berikut:“Hadits ini termasuk salah satu mukjizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita semua sama-sama menyaksikan bahwa setiap orang yang melewati batas dalam agama pasti akan terputus. Maksudnya bukanlah tidak boleh mengejar ibadah yang lebih sempurna, sebab hal itu termasuk perkara yang terpuji. Perkara yang dilarang di sini adalah berlebih-lebihan yang membuat jemu atau melewati batas dalam mengerjakan amalan sunat hingga berakibat terbengkalainya perkara yang lebih afdhal. Atau mengulur kewajiban hingga keluar waktu. Misalnya orang yang shalat tahajjud semalam suntuk lalu tertidur sampai akhir malam, sehingga terluput shalat Subuh berjama'ah, atau sampai keluar dari waktu yang afdhal atau sampai terbit matahari sehingga keluar dari batasan waktunya."

Dalam hadits Mihzan bin al-Adra' yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan:

إِنَّكُمْ لَنْ تَنَالُوْا هَذَا الأَمْرَ بِالمُغَالَبَةِ، وَخَيْرَ دِيْنِكُمْ اليُسْرَةُ

Kalian tidak akan dapat melaksanakan agama ini dengan memaksakan diri. Sebaik-baik urusan agamamu adalah yang mudah."

Pernah ada tiga orang yang ingin mengetahui aktifitas ibadah n Nabi di rumah. Mereka tidak bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas mereka bertanya kepada 'Aisyah z tentang ibadah beliau. Setelah diberitahukan, mereka merasa ibadah beliau n itu hanya sedikit. Mereka berkata: "Dimanakah kedudukan kami dibanding dengan Nabi!? Padahal telah diampuni dosa-dosa beliau yang lalu maupun yang akan datang."
Maka salah seorang dari mereka berkata: "Aku akan shalat malam terus menerus tidak akan tidur."
Yang lain berkata: "Aku akan puasa terus menerus tanpa berbuka."
Dan yang lain berkata: "Aku tidak akan menikah selama-lamanya."

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka seraya mengatakan:

أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّي لأَخْشَاكُمْ للهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ؛ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

"Kaliankah yang mengatakan begini dan begini?! Adapun diriku, demi Allah Azza wa Jalla , aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepada-Nya, tetapi aku berpuasa aku juga berbuka, aku shalat dan aku juga tidur serta aku menikahi wanita! Barangsiapa membenci sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku."[7]

Dalam kesempatan lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَتَنَزَّهُوْنَ عَنْ الشَّيءِ أَصْنَعُهُ فَوَاللهِ إِنِّي لأَعْلَمُهُمْ بِاللهِ وَأَشَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةً

“Bagaimana halnya kaum-kaum yang menjauhkan diri dari sesuatu yang kulakukan? Demi Allah Azza wa Jalla , aku adalah orang yang paling tahu tentang Allah Azza wa Jalla dan yang paling takut kepada-Nya.”[8]

Dalam menjelaskan hadits ini ad-Dawudi berkata: "Menjauhkan diri (dengan anggapan hal itu lebih baik-pent) dari dispensasi yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan dosa besar. Sebab ia memandang dirinya lebih bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla daripada rasul-Nya. Ini jelas sebuah penyimpangan.” Ibnu Hajar t menambahkanm, “Tidak diragukan lagi kesesatan orang yang meyakini demikian (meyakini bahwa hal itu lebih baik)."[9]

MENJAUHI GHULUW BUKAN BERARTI JATUH DALAM TAQSHIR (MELONGGAR-LONGGARKAN DIRI).
Akan tetapi perlu juga kita waspadai, bahwa dalam menjauhi sikap ghuluw ini kita juga jangan sampai terjebak ke dalam sikap taqshîr (melalai-lalaikan dan melonggar-longgarkan diri).

Ini merupakan tipu daya setan yang luar biasa. Setan selalu mencari titik lemah seorang insan. Apabila titik lemahnya pada sikap ghuluw maka setanpun masuk melalui pintu ghuluw dan apabila titik lemahnya pada sikap taqshîr maka setanpun masuk melalui pintu taqshîr. Memang, mempertahankan diri di tengah-tengah antara sikap ghuluw dan sikap taqshîr merupaka suatu perkara yang sulit. Kesuksesan, kebahagiaan dan keberhasilan dalam urusan akhirat maupun dunia tergantung dengan cara kita menempatkan segala sesuatu secara proporsional menurut pandangan syariat yang hanîf dan fitrah ini. Karena setiap ketidakseimbangan akan menyebabkan ketimpangan dan keberatan yang akan menghalangi tercapainya tujuan.

Dalam hal ini setan akan melihat dari pintu manakah ia mungkin masuk. Jika setan melihat bahwa yang lebih dominan pada diri seseorang adalah potensi rendah diri dan gampang menyerah, maka setanpun menanamkan rasa malas dalam dirinya, mengendorkan semangatnya, menggambarkan berat amal-amal ketaatan dan mendorongnya untuk mudah mengabaikan kewajiban, sampai akhirnya ia meninggalkan kewajiban itu sama sekali.

Namun jika setan melihat bahwa yang lebih dominan pada diri seseorang adalah semangatnya yang menggebu-gebu, mulailah setan menanamkan anggapan bahwa apa yang diperintahkan itu baru sedikit dan belum cukup untuk mengimbangi semangatnya, sehingga ia serasa membutuhkan sesuatu yang baru sebagai tambahannya.[10]

JANGAN SALAH MENILAI GHULUW
Sebagaimana halnya kita tidak boleh terjebak dalam sikap taqshîr karena menghindari ghuluw, demikian pula kita jangan salah menilai ‘ghuluw’. Sebagian orang menilai keteguhan memegang syariat dan istiqamah di atasnya merupakan sikap ghuluw. Sebagai dampaknya, mereka menganggap pengamalan sebagian sunnah Nabi sebagai sikap ghuluw. Ini jelas salah besar. Memang kita membenci sikap ghuluw, namun hendaknya kita jangan salah menilai. Sebagian orang beranggapan memelihara jenggot, memakai cadar, mengenakan pakaian sampai setengah betis, memakai gamis bahkan shalat lima waktu berjama’ah di masjid pun dianggap ghuluw. Ini tentu penilaian yang salah. Sebab, seluruh perkara-perkara tersebut adalah sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamyang dianjurkan bahkan ada yang wajib. Penilaian yang salah ini bisa berakibat fatal, yaitu perkara-perkara sunnah dianggap sebagai perkara bid’ah, dan sebaliknya perkara bid’ah dianggap sunnah. Hakikat ghuluw adalah sesuatu yang melangkahi ketentuan syariat. Penilaian tersebut didasari atas kebodohan dalam memahami apa itu ghuluw dan juga kejahilan terhadap sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita tidak boleh menilai sesuatu tanpa ilmu. Dan berbicara tentang agama Allah Azza wa Jalla tanpa ilmu merupakan salah satu langkah setan, bahkan tergolong dosa besar. Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."[al-A’râf/7:33]

Apalagi terkadang tuduhan ghuluw terhadap perkara-perkara sunnah ini mengandung ejekan dan olokan terhadap para pengamalnya. Ini jelas kesalahan di atas kesalahan. Takutlah kepada Allah Azza wa Jalla pada hari seluruh kesalahan akan ditampakkan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.[al-Hujurat/49:11]

KIAT-KIAT MENGHINDARI GHULUW.
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menghindari fenomena ghuluw dalam agama, diantaranya:

1. Menuntut ilmu syar’i.
Ilmu adalah lentera yang menerangi langkah kita di dunia dan menjadi asset yang amat bernilai di akhirat. Apabila lentera ini padam, maka setan akan leluasa menyesatkan anak Adam. Maka dari itu janganlah absen dari majelis-majelis ilmu. Banyak sekali faidah yang dapat kita petik dari majelis ilmu. Di antaranya adalah kita dapat bertatap muka secara langsung dengan ahli ilmu.

2. Jangan malu dan segan bertanya kepada ahli ilmu (Ulama).
Malu bertanya sesat di jalan, begitulah kata pepatah kita. Terlebih lagi dalam urusan agama. Janganlah kita malu bertanya kepada ulama dalam perkara-perkara agama yang belum kita ketahui, baik dalam perkara aqidah, ibadah, mu’amalah dan lainnya. Terlebih lagi perkara yang berkaitan dengan perincian dalam agama, misalnya prosedur pelaksanaan sebuah ibadah, perincian dalam hal aqidah dan lain sebagainya.

Kesimpulannya, kita harus menjauhi segala macam bentuk ghuluw dalam agama, baik berupa keyakinan, ucapan maupun perbuatan yang diatas-namakan agama. Dan hendaknya kita juga harus waspada jangan sampai tergelincir dalam sikap taqshîr. Di samping itu, janganlah sembrono dan serampangan dalam menilai ‘ghuluw’ tanpa ilmu.
READ MORE - FENOMENA GHULUW (MELAMPAUI BATAS) DALAM AGAMA

Senin, 05 November 2012

SEQUENCE OF SIGNS DOOMSDAY IN ISLAMIC VIEWS

 

We've yet to get the proposition that clearly describes the sequence of the signs of Doomsday by events. Everything is expressed in a variety of hadeeth no order, because the order of mention in it at all does not imply the order in the event. The phrase in the letter connect it using Wawu, while the letter does not contain meaning sequences.

There are some texts that the order violated the order mentioned in other texts.

For this to be more clear, we will mention a few examples to reveal some hadiths that mention the signs of Doomsday in whole or in part.

1. Imam Muslim narrated from Hudzaifah rahimahullah Asid bin al-Ghifari radi anhu, he said, "The Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam came to us. While we are talking, and he asked:

ما تذاكرون?

'What are you talking about?'

They said, 'We're talking about Doomsday. "He said:

إنها لن تقوم حتى ترون قبلها عشر آيات.

'Indeed it (Doomsday) is not going to happen until you see ten signs before.'

Then he mentioned the smoke, the Dajjal, the animals, the sun rising from the west, the lower the Prophet 'Isa ibn Maryam, Ya'-JUJ and Ma'-JUJ, and three khasf (sinking into the earth); khasf in the east, khasf in the west, and khasf in the Arabian Peninsula, and the last is the fire exit from Yemen that lead men to where they congregate. "[1]

Imam Muslim narrated this hadith from rahimahullah Hudzaifah lafazh bin Asid with another, namely:

إن الساعة لا تكون حتى تكون عشر آيات: خسف بالمشرق, وخسف بالمغرب, وخسف بجزيرة العرب, والدخان, والدجال, ودابة الأرض, ويأجوج ومأجوج, وطلوع الشمس من مغربها, ونار تخرج من قعرة عدن ترحل الناس.

"Surely Doomsday will not happen until there are ten signs (before): khasf in the east, west khasf, khasf in the Arabian Peninsula, the smoke, the Dajjal, the animals of the earth, Ya'-JUJ and Ma'-JUJ, rising of the sun from the west, and fire coming out of the abyss' Adn that lead men. "

In another narration:

والعاشرة: نزول عيسى بن مريم.

"And the tenth: declining 'Isa son of Maryam." [2]

It is a hadith of the Companions who narrated the two lafazh (editor) which differ on the order of the signs of Doomsday.

2. Imam Muslim narrated from Abu Hurayrah may Allaah have mercy radi anhu, that the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam said:

بادروا بالأعمال ستا: طلوع الشمس من مغربها, أو الدخان, أو الدجال, أو الدابة, أو خاصة أحدكم, أو أمر العامة.

"Haste you in charity (before coming) six things: the rising of the sun from the west, the smoke, the Dajjal, the animals, something special for you (death), or a common problem (the Day of Resurrection)." [3]

Imam Muslim rahimahullah narrated this hadith from Abu Hurayrah radi lafazh anhu with others:

بادروا بالأعمال ستا: الدجال, والدخان, ودابة الأرض, وطلوع الشمس من مغربها, وأمر العامة, وخويصة أحدكم.

"Haste you in charity (before coming) six things: the Antichrist, the smoke, the animals of the earth, the sun rising from the west, a common problem (the Day of Resurrection), and something special for you (death)." [4]

It was one of a Companion hadith narrated by two different editors in the order of most major signs of Judgement athaf also in the use of letters, in which the history of the first use (أو) while the other uses (و), and both not at all shows the sequence.

That we might know is the sequence part of the mark in terms of appearance partly after the other, as there are in some history, as described in the hadeeth of Ibn an-Nawwas Sam'an radi anhu, as will be explained later inshaa Allah Ta'ala. Mentioned in it some sign in order according to the event. In it mentioned the release of Dajjal to man first, then drop the Prophet 'Isa Alaihissallam to kill him, then release Ya'-JUJ and Ma'-JUJ of the Prophet' Isa Alaihissallam, and mentions his prayer that they be destroyed.

Similarly, there are at most of history that the first sign of this, while the last one is this. However, in fact it was a difference of opinion among the scholars of the first signs appeared, and this debate has existed since the time of the Sahaba radi anhum. Imam Ahmad and Muslim narrated from Abu رحمهما الله Zur'ah [5], he said, "There are three people from among the Muslims who are sitting with Marwan bin Hakam in Madinah, they heard him narrate about the signs (of Judgment) that the first a sign is a discharge of the Antichrist. Then 'Abdullah bin' Amr [6] rahimahullah said, "Marwan did not say anything (which could be held), I had memorized from the Messenger sallallaahu 'alaihi wa sallam narrated that I never forget later, I heard the Prophet sallallaahu' alaihi wa sallam said:

إن أول الآيات خروجا طلوع الشمس من مغربها, وخروج الدابة على الناس ضحى, وأيهما ما كانت قبل صاحبتها; فالأخرى على إثرها قريبا.

"Surely sign (Doomsday) the first time out is her sun rises from the west, then exit the animal (of the earth) to humans at the time of Duha. And anywhere in between the first out, then others ensued in the near future. "

This is the editorial in Muslim history.

While Imam Ahmad rahimahullah provide additional in his memoirs, "'Abdullah said those times he read some of the books' I believe that the first time out is the rising of the sun from the west.'" [7]

True, al-Hafiz Ibn Hajar rahimahullah combine (describing history) that the release of the Antichrist is the first and (describing history) that the rising of the sun from the west is the first time, he said, "The most powerful argument of all history that discharge of the Antichrist is the first major sign that suggests changes in general conditions in the earth, it ends with the death of the Prophet 'Isa Alaihissallam. While the rising of the sun from the west is the first major sign that signaled a change on the natural (solar array), it ends with the arrival of Doomsday, and I think the release of large animals (from the ground) occurred on that day in which the sun rises from the west. '

Then he said, "Wisdom at it that when the sun rises from the west door of repentance is closed and the animals out. This great animal will distinguish between a believer and infidel, as the purpose of closing the door falsifies repentance, and the first sign that suggests the establishment of Doomsday is a fire that collect human beings. "[8]

As al-Hafiz Ibn Kathir found a strange discharge of large animals is the first major sign of Judgement happens on earth (the underworld), because the animals are talking to people and to distinguish between the believer and unbeliever is a menyelisihi habit.

While the rising of the sun from the west, it is very clear and is the first sign of Doomsday is happening in the sky.

The emergence of the Antichrist, the decline Prophet 'Isa Alaihissallam from the sky, and the release of Ya'-JUJ and Ma'-JUJ, even though they were out before sunrise from the west prior to the advent of the animals because they are all human beings, they also witnessed the like with them, not strange things. Unlike the release of the animals and the rising sun from the west, then It's all strange thing. [9]

It seems that the opinion can be relied upon is the opinion held by Ibn Hajar, since the release of the Antichrist as a human condition did not sign Doomsday, which makes it as a sign of Doomsday is the situation as a human with the ability to command the sky to rain, then the rain came down , and ordered the earth to grow the plants, the earth was cultivating plants. He has a lot of remarkable ability, as will be explained in the discussion of the Antichrist.

So the Dajjal is essentially the first major sign of Judgement happens in the earth that are out of the ordinary.

Ath-Thaibi rahimahullah [10] said, "extraordinary events are the signs of resurrection as a sign of the close of Judgment, or a sign of impending Apocalypse. The first is the Antichrist, the lower the Prophet 'Isa, Ya'-JUJ Ma'-JUJ, and sinking into the earth. The second part is the smoke, the sun rises from the west, exit animal and human collecting fire. "[11]

This is the order of between one group Apocalypse signs with another group without trying to sort any markings under two groups, although it seems to us that the ath-Thaibi found the judgment in accordance with the order of which he mentioned in each group, because of the division This hold-him-which is a good division again carefully. Because, if the first part showing the proximity of Judgement has come out, it could bring every human being so that they repent and return to their Lord, which previously has been no distinction between a believer and infidel. Signs that he mentioned in the first division we have stated that all of the order in accordance with the event, coupled with the presence of sinking into the earth, then it is appropriate for him.

As if the second part has emerged that shows the arrival of Judgment-, verily man is distinguished between believers and unbelievers, as will be explained later that the emergence of smoke that hit every believer, then they like in a cold state, as for pagans inflated due to inhalation smoke. Then the sun rises from the west, then shut the door of repentance, so that someone who previously pagan faith at all helpful, as someone who repent. After that came a huge beast that would discriminate against men, so that a pagan can be distinguished from a believer, because the animals provide a sign for the believers also give a (another) to the pagans as will be explained. And the end of it all was the fire that led to the emergence of humans.

We deliberately mentioned the signs of Judgement in the order specified by the ath-Thaibi, because that opinion is-in our opinion-closer to the truth, Allah knows best.

And before mentioning the big signs that these ten, we will speak first about al-Mahdi, as he appeared before the signs. It was he who joined the believers to kill the Antichrist, then descended the Prophet 'Isa Alaihissallam, and prayed behind him, as will be explained, insha Allah.

BERANGKAINYA emergence SIGNS OF Doomsday
If the judgment of the first major signs have appeared, the other signs that will come out in sequence like a pearl in a series, one following the other.

Ath-Thabrani rahimahullah narrates in the book of al-Ausath from Abu Hurayrah radi anhu, that the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam, he said:

خروج الآيات بعضها على إثر بعض, يتتابعن كما تتابع الخرز في النظام.

"The emergence of signs (Doomsday) partly follows the other, follow each other like pearls on a string." [12]

And al-Imam Ahmad narrates from 'Abdullah ibn' Amr radi anhuma, he said, "The Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam said:

الآيات خرزات منظومات في سلك, فإن يقطع السلك; يتبع بعضها بعضا.

'The signs (Doomsday) like pearls strung on the thread, if the thread is cut, so some others will follow.' "[13]

Save-our-Allah knows best is the sign here is the great signs of Judgement, because Zahir from the hadiths indicate the emergence of mutual berdekatannya signs with a very close distance.

This is reinforced by the information that has been passed on the order of the signs of Doomsday, where most of the hadith mention that a portion signs appeared in the days that are close together. The first sign of the Apocalypse after the appearance of the Mahdi is the Antichrist discharge, then drop 'Isa Alaihissallam to kill him, then come Ya'-JUJ Ma'-JUJ, and prayer Prophet' Isa Alaihissallam for their destruction, God finally destroyed them, The next Prophet 'Isa Alaihissallam said:

ففيما عهد إلي ربي أن ذلك إذا كان كذلك; فإن الساعة كالحامل المتم التي لا يدري أهلها متى تفجؤهم بولادها ليلا أو نهارا.

"Then at the Rabb revealed by me to me, that it (Doomsday) take place if so. So the real Doomsday is like a pregnant woman who has been perfect (pregnancy) but her family did not know when they were surprised by the birth, many days night or during the day? "[14]

It is very close Doomsday proposition, since the death of the Prophet 'Isa Alaihissallam and the Resurrection are some major signs of Judgement, such as the rising of the sun from the west, the emergence of large animals, smoke, and fire exit that collect human beings. Signs of Judgement this happened in a very short time before the establishment of Doomsday. Parables, such as ties are disconnected from the circuit, Allah knows best.

READ MORE - SEQUENCE OF SIGNS DOOMSDAY IN ISLAMIC VIEWS