marquee

Selamat Datang di Blog Kami

welcome

Berbagi itu Indah dan Senyum itu Sedekah

Rabu, 14 Mei 2014

Fenomena Joko Widodo

Jokowi bak pahlawan disambut berbagai kalangan, seolah-olah kedatangan sebagai penyelamat bangsa dari keterpurukan berbagai aspek. maka tak diherankan lagi banyak orang yang tidak sabar menjadikan Jokowi sebagai presiden RI. Sehingga pencapresannya bisa mendongkrak suara di pileg 2014 yang lalu. Dengan side effect pencalonan Joko sebagai presiden bisa meningkatkan perolehan suara di pileg 2014 manjadi 27 persen, namun kenyataannya PDI-P hanya mendapatkan 19 persen suara dan itu berarti PDI-P harus berkoalisi. Ternyata side-effect Jokowi tidak mempengaruhi suara di pileg kemarin. Mimpi Mega pun berakhir, tapi mereka tetap berkomitmen mencalonkan Joko sebagai presiden mereka. Ternyata masyarakat tidak tidur masih banyak yang bangun dan sadar bahwa Joko tidak layak menjadi presiden dengan perangai dan janji-janji nya sebelum menerima pencalonan menjadi presiden.
  Jokowi Belum Menjadi Presiden Sudah Tidak Jujur?
 Jokowi yang di capreskan oleh Mega dan PDIP itu, sudah menampakkan ‘aslinya’, bahwa dia itu tokoh ‘abal-abal’, dan hanya menjadi boneka ‘Asing dan A Seng’, dan sebagai ‘think-thank’nya kalangan Katolik, seperti Romo Benny, Sekretaris Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Wali Gereja Indonesia (KWI).

Jokowi hanyalah ‘boneka’ yang dipaksakan, dan rakyat Indonesia dipaksa menerima calon presiden yang ‘abal-abal’ itu.

‘Topeng’ Jokowi yang masih misteri itu, seperti tentang ‘nasab’nya yang sekarang ramai di media sosial, dan terus menjadi kontroversi. Siapa sejatinya sang tokoh ‘Jokowi’ itu?

Sekarang, secara tiba-tiba rakyat Indonesia begitu sangat terperangah dengan konsep ‘REVOLUSI MENTAL’ yang dipasarkan kepada rakyat. Semuanya itu, gara-gara ide ‘Revolusi Mental’, yang dipublikasikan oleh media katolik Kompas, Sabtu, 10/5/2014.

Di mana dalam harian Kompas, Sabtu (10/5), yang lalu dua tulisan berjudul sama ‘Revolusi Mental’ terpampang di dua media cetak. Tentu, hanya karena mereka sudah kebelet alias 'ngebet' ingin segera Jokowi dilantik menjadi presiden.

Betapa, kalangan Katolik sangat berkepentingan dengan Jokowi, itu terbukti saat pertemuan di rumah konglomerat Cina, Jacob Soetojo, selain duta besar Amerika, Inggris, juga hadir duta besar Vatikan!

Selanjunya, dalam tulisan pertama atas nama Jokowi dan dimuat di halaman opini Kompas, sementara tulisan lainnya beratasnamakan Romo Benny, sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dimuat koran Sindo pada rubrik yang sama.

Barangkali tidak ada masalah, seandainya kedua tulisan itu memaparkan soal yang secara esensi berbeda. Tetapi, isi tuliasan antara Jokowi dan Romo Benny itu, memiliki kesamaan, secara esensi. Seperti dituturkan oleh seorang wartawan, Nanik S Deyang. Menurut dia, kedua tulisan itu sama.

“Saat membaca opini di koran Sindo yang ditulis Romo Benny, saya kembali kaget, karena bertajuk dan beresensi sama, kendati ada perbedaan dalam struktur kalimat”, kata Nanik.

Lebih lanjut, menurut kalangan wartawan , bahwa Romo Benny Susetyo adalah anggota Tim Sukses Jokowi. “Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi, dan dapat kabar, ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi”, tambah Nanik di laman facebook nya.

Menjelang pemilihan presiden Juli mendatang, tokoh yang ‘misterius’ ini, nampaknya ingin menjadi tokoh Indonesia yang sempurna di depan rakyat dan bangsa Indonesia. Kemudian, Jokowi itu, mengeluarkan ide yang sudah ‘usang’ tentang ‘Revolusi Mental’. Ini yang dipasarkan oleh Jokowi.

Tetapi, tokoh yang dititah oleh Mega menjadi calon presiden itu, hanya bisa membuat ‘kosa kata’ yaitu ‘Revolusi Mental’. Sebaliknya, Jokowi tidak mengerti dan faham apa yang diucapkannya. Maka, substansi ‘Revolusi Mental’ Jokowi dijabarkan oleh Romo Benny. Seakan-akan Jokowi itu, tokoh yang sangat ‘HEBAT’ memiliki ide akan melakukan revolusi mental bangsa Indonesia.

Hanya karena semua itu ‘topeng’ Jokowi menjadi terbuka. Dia tidak sehebat seperti yang digembar-gemborkan oleh para ‘buzzer’nya. Dan, siapa yang menjadi plagiat, Jokowi atau Romo Benny? Kalau yang menjadi plagiat tulisan itu, Jokowi, sungguh sangat tidak layak menjadi pemimpin. Karena sudah nampak sifat atau karakternya yang tidak jujur. Bagaimana kalau menjadi presiden dan pemimpin Indonesia?

Anggito Abimanyu pejabat Kementerian Agama, menulis artikel di Kompas, kemudian terbukti dia melakukan plagiat, langsung dia mengundurkan diri dari UGM. Karena, sudah menyangkut hal yang mendasar yaitu, integritas.

Bagaimana integritas atau kejujuran Jokowi yang sudah kebelet ingin menjadi presiden? Dia tinggalkan rakyat DKI Jakarta yang sudah memilihnya, dan mengejar jabatan baru sebagai presiden. Jujurkah

Tidak ada komentar: