marquee

Selamat Datang di Blog Kami

welcome

Berbagi itu Indah dan Senyum itu Sedekah

Kamis, 31 Desember 2009

Mengapa Manusia Harus Beragama?

"Dasar pertama agama (din) adalah mengenal-Nya."

Perkataan di atas sangat tepat dan pada tempatnya, mengingat banyak orang yang beragama, tetapi tidak mengenal agamanya dengan baik. Padahal, mengenai agama seharusnya berada pada tahapan awal sebelum mengamalkan ajarannya. Tetapi secara realita, keberagamaan sebagian besar dari mereka tidak sebagaimana mestinya. Nah, dalam kesempatan ini kami akan memberikan penjelasan tentang mengapa kita beragama dan bagaimana seharusnya kita beragama. Sehingga kita beragama atas dasar bashirah (pengetahuan, pengertian, dan bukti).
Allah Ta’ala berfirman : "Katakanlah (wahai Muhammad). Inilah jalan-Ku. Aku mengajak kepada Allah dengan bashirah (hujjah yang nyata)" (QS Yusuf, 12 : 108).
Namun sebelum menjawab dua pertanyaan di atas, ada baiknya kami terlebih dulu membicarakan tentang din itu sendiri.

Apa itu Din ?
Din berasal dari bahasa Arab dan dalam Alquran disebutkan sebanyak 92 kali. Menurut arti bahasa (etimologi), din diartikan sebagai balasan dan ketaatan. Dalam arti balasan, Alquran menyebutkan kata din dalam surat Al-Fatihah ayat 4, Maliki Yaumiddin (Dialah Pemilik (Raja) Hari Pembalasan)." Demikian pula dalam sebuah hadis, din diartikan sebagai ketaatan. Rasulullah Saww bersabda : "Ad-diinu nashiihah (agama adalah ketaatan)." Sedangkan menurut terminologi teologi, din diartikan sebagai : "sekumpulan keyakinan, hukum, norma yang akan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun akhirat."
Berdasarkan hal di atas, din mencakup tiga dimensi : (1) keyakinan (akidah); (2) hukum (syariat); dan (3) norma (akhlak). Ketiga dimensi tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga satu sama lain lain saling berkaitan, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan menjalankan din, kebahagiaan, kedamaian, dan ketenangan akan teraih di dunia dan di akhirat. Seseorang dikatakan mutadayyin (ber-din dengan baik), jika dia dapat melengkapi dirinya dengan tiga dimensi agama tersebut secara proporsional, maka dia pasti berbahagia.
Dalam dimensi keyakinan atau akidah, seseorang harus meyakini dan mengimani beberapa perkara dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan lagi. Keyakinan seperti itu akan diperoleh seseorang dengan argumentasi (dalil aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan ini pada intinya berkisar kepada Allah dan Hari Akhirat.
Adapun syariat adalah konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan. Mengamalkan syariat merupakan representasi dari keyakinan. Sehingga sulit dipercaya jika seseorang mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, tetapi tidak mengindahkan syariat-Nya. Karena syariat merupakan kewajiban dan larangan yang datang dari-Nya.
Sedangkan akhlak adalah tuntunan akal budi (aqal amali) yang mendorong seseorang untuk mengindahkan norma-norma dan meninggalkan keburukan-keburukan. Seseorang belum bisa dikatakan mutadayyin selagi tidak berakhlak, la diina liman la akhlaqa lahu. Demikian pula, keliru sekali jika seseorang terlalu mementingkan akhlak daripada syariat.
Dari ketiga dimensi din tersebut, akidah menduduki posisi yang paling prinsip dan menentukan. Dalam pengertian bahwa yang menentukan seseorang itu mutadayyin atau tidak adalah akidahnya. Dengan kata lain, yang memisahkan seseorang yang beragama dari yang tidak beragama (ateis) adalah akidahnya. Lebih khusus lagi, bahwa akidahlah yang menjadikan orang itu disebut Muslim, Kristiani, Yahudi atau yang lainnya.

Mengapa Kita Beragama ?
Marilah kita kembali pada pertanyaan semula : "mengapa kita beragama ?"
Manusia adalah satu spesies makhluk yang unik dan istimewa dibanding makhluk-makhluk lainnya, termasuk malaikat. Karena, manusia dicipta dari unsur yang berbeda, yaitu unsur hewani/materi dan unsur ruhani/immateri. Memang dari unsur hewani manusia tidak lebih dari binatang, bahkan lebih lemah darinya. Bukankah banyak di antara binatang yang lebih kuat secara fisik dari manusia ? Bukankah ada binatang yang memiliki ketajaman mata yang melebihi mata manusia ? Bukankah ada pula binatang yang penciumannya lebih peka dan lebih tajam dari penciuman manusia ? Dan sejumlah kelebihan-kelebihan lainnya yang dimiliki selain manusia.
Sehubungan ini Allah Swt berfirman : "Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah" (QS An-Nisa, 4 : 28); "Allah telah menciptakan kalian lemah, kemudian menjadi kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah dan tua." (QS Rum : 54). Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa.
Karena itu, sangatlah tidak pantas bagi manusia berbangga dengan penampilan fisiknya, di samping itu penampilan fisik adalah wahbi sifatnya (semata-mata penberian dari Allah, bukan hasil usahanya).
Kelebihan manusia terletak pada unsur ruhani (mencakup hati dan akal, keduanya bukan materi). Dengan akalnya, manusia yang lemah secara fisik dapat menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya. Karena unsur inilah Allah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia (lihat surat Luqman ayat 20). Dalam salah satu ayat Alquran ditegaskan : "Sungguh telah Kami muliakan anak-anak, Kami berikan kekuasaan kepada mereka di darat dan di laut, serta Kami anugerahi mereka rezeki. Dan sungguh Kami utamakan mereka di atas kebanyakan makhluk Kami lainnya." (QS Al-Isra, 17 : 70).
Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi (bilquwwah) yang perlu difaktualkan (bilfi’li) dan ditampakkan. Oleh karena itu, jika sebagian manusia lebih utama dari sebagian lainnya, maka hal itu semata-mata karena hasil usahanya sendirinya. Karenanya, dia berhak bangga atas yang lainnya. Sebagian mereka ada pula yang tidak berusaha memfaktualkan dan menampakkan potensinya itu, atau memfaktualkannya hanya untuk memuaskan tuntutan hewaninya, maka orang itu sama dengan binatang, bahkan lebih hina dari binatang (QS Al-A’raf, 7 : 170; Al-Furqan : 42).
Termasuk ke dalam unsur ruhan adalah fitrah. Manusia memiliki fitrah yang merupakan modal terbesar manusia untuk maju dan sempurna. Din adalah bagian dari fitrah manusia.
Dalam kitab Fitrat (edisi bahasa Parsi), Syahid Muthahhari menyebutkan adanya lima macam fitrah (kecenderungan) dalam diri manusia yaitu mencari kebenaran (hakikat), condong kepada kebaikan, condong kepada keindahan, berkarya (berkreasi), dan cinta (isyq) atau menyembah (beragama). Sedangkan menurut Syeikh Ja’far Subhani, terdapat empat macam kecenderungan pada manusia, dengan tanpa memasukkan kecenderungan berkarya seperti pendapat Syahid Muthahhari (kitab Al-Ilahiyyat, juz 1).
Kecenderungan beragama merupakan bagian dari fitrah manusia. Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk cenderung beragama , dalam arti manusia mencintai kesempurnaan yang mutlak dan hakiki serta ingin menyembah Pemilik kesempurnaan tersebut. Syeik Taqi Mishbah Yazdi, dalam kitab Ma’arif al-Qur’an juz 1 hal. 37, menyebutkan adanya dua ciri fitrah, bik fitrah beragama maupun lainnya, yang terdapat pada manusia, yaitu pertama kecenderungan-kecenderungan (fitrah) tersebut diperoleh tanpa usaha atau ada dengan sendirinya, dan kedua fitrah tersebut ada pada semua manusia walaupun keberadaannya pada setiap orang berbeda, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Dengan demikian, manusia tidak harus dipaksa beragama, namun cukup kembali pada dirinya untuk menyebut suara dan panggilan hatinya, bahwa ada Sesuatu yang menciptakan dirinya dan alam sekitarnya.
Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk menentukan siapa atua apa yang pantas dicintai dan disembah bukan merupakan bagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat menentukannya. Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa manusia harus beragama, adalah bahwa beragama merupakan fitrah manusia. Allah Ta’ala berfirman, "Maka hadapkanlah wajahmu kepada din dengan lurus, sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan." (QS. Rum: 30).

Sekilas Teori-teori Kemunculan Agama
Kaum materialis memiliki sejumlah teori tentang kemunculan agama, antara lain:
1. Agama muncul karena kebodohan manusia
Sebagian mereka berpendapat, bahwa agama muncul karena kebodohan manusia. August Comte—peletak dasar aliran positivisme—menyebutkan, bahwa perkembangan pemikiran manusia dimulai dari kebodohan manusia tentang rahasia alam atau ekosistem jagat raya. Pada mulanya—periode primitif—karena manusia tidak mengetahui rahasia alam, maka mereka menyandarkan segala fenomena alam kepada Dzat yang ghaib.
Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains) sampai pada batas segala sesuatu terkuat dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-tengah mereka.
Konsekuensi logis teori di atas, adalah makin pandai seseorang akan makin jauh ia dari agama bahkan akhirnya tidak beragama, dan makin bodoh seseorang maka makin kuat agamanya. Padahal, betapa banyak orang pandai yang beragama, seperti Albert Einstein, Charles Darwin, Hegel dan lainnya. Demikian sebaliknya, alangkah banyak orang bodoh yang tidak beragama.

2. Agama muncul karena kelemahan jiwa (takut)
Teori ini mengatakan, bahwa munculnya agama karena perasaan takut terhadap Tuhan dan akhir kehidupan. Namun, bagi orang-orang yang berani keyakinan seperti itu tidak akan muncul. Teori ini dipelopori oleh Bertnart Russel. Jadi, menurut teori ini agama adalah indikasi dari rasa takut. Memang takut kepada Tuhan dan hari akhirat, merupakan ciri orang yang beragama. Tetapi agama muncul bukan karena faktor ini, sebab seseorang merasa takut kepada Tuhan setelah ia meyakini adanya Tuhan. Jadi,takut merupakan akibat dari meyakini adanya Tuhan (baca: beragama).

3. Agama adalah produk penguasa
Karl Marx—bapak aliran komunis-sosialis—mengatakan, bahwa agama merupakan produk para penguasa yang diberlakukan atas rakyat yang tertindas, sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima keberadaan sosial-ekonomi. Mereka (rakyat tertindas) diharapkan terhibur dengan doktrin-doktrin agama, seperti harus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.
Namun, ketika tatanan masyarakat berubah menjadi masyarakat sosial yang tidak mengenal perbedaan kelas sosial dan ekonomi, sehingga tidak ada lagi (perbedaan antara) penguasa dan rakyat yang tertindas dan tidak ada lagi (perbedaan antara) si kaya dan si miskin, maka agama dengan sendirinya akan hilang. Kenyataannya, teori di atas gagal. Terbukti bahwa negara komunis-sosialis sebesar Uni Soviet pun tidak berhasil menghapus agama dari para pemeluknya, sekalipun dengan cara kekerasan.

4. Agama adalah produk orang-orang lemah
Teori ini berseberangan dengan teori-teori sebelumnya. Teori ini mengatakan, bahwa agama hanyalah suatu perisai yang diciptakan oleh orang-orang lemah untuk membatasi kekuasaan orang-orang kuat. Norma-norma kemanusiaan seperti kedermawanan, belas kasih, kesatriaan, keadilan dan lainnya sengaja disebarkan oleh orang-orang lemah untuk menipu orang-orang kuat, sehingga mereka terpaksa mengurangi pengaruh kekuatan dan kekuasaannya. Teori ini diperoleh Nietzche, seorang filsuf Jerman.

Teori di atas terbantahkan jika kita lihat kenyataan sejarah, bahwa tidak sedikit dari pembawa agama adalah para penguasa dan orang kuat—misalnya Nabi Daud dan Nabi Sulaiman—keduanya adalah raja yang kuat.
Sebenarnya, mereka ingin menghapus agama dan menggantikannya dengan sesuatu yang mereka anggap lebih sempurna (seperti, ilmu pengetahuan menurut August Comte, kekuasaan dan kekuatan menurut Nietszche, komunis-sosialisme menurut Karl Marx dan lainnya). Padahal mencintai dan menyembah kesempurnaan adalah fitrah.
Perbedaan kaum agamawan dengan mereka, adalah bahwa kaum agamawan mendapatkan kesempurnaan yang mutlak hanya pada Tuhan. Jadi, sebenarnya mereka (kaum Atheis) beragama dengan pikiran mereka sendiri. Atau dengan kata lain, mereka mempertuhankan diri mereka sendiri.

Daftar Rujukan:
1. Al-Qur’an al-Karim
2. Nahj al-Balaghah, karya Ibn Abil Hadid
3. Tafsir Namuneh (bhs. Parsi), karya Ayatullah Makarim Syirazi.
4. Al-Ilahiyyat, Ayatullah Ja’far Subhani.
5. Ma’arif al-Qur’an, Ayatullah Muhammad Taqi Misbah.
6. Al-Manhaj al-Jadid fi Ta’limi al-Falsafah, karya Muhammad Taqi Misbah
7. Fitrah (bahasa Parsi), karya Ayatullah Syahid Murthahhari.
8. Manusia Seutuhnya, Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis, diterjemahkan oleh Abdillah Hamid Ba’abud dari kitab aslinya Insone Komil, karya Syahid Murthahhari.

READ MORE - Mengapa Manusia Harus Beragama?

Hijrah dalam Pembentukan Masyarakat Madani

Hijrah dalam kamus-kamus bahasa Arab berakar pada huruf ha-ja-ra, yang berarti pisah, pindah dari satu negeri ke negeri lain, berjalan di waktu tengah hari, igauan dan mimpi. Namun, dalam terminologi Islam, hijrah sering diartikan dengan meninggalkan negeri yang tidak aman menuju negeri yang aman demi keselamatan dalam menjalankan agama.

Dalam sejarah perjalanan dakwah, hampir semua para nabi, khususnya ulul azmi, pernah melakukan hijrah. Hijrah secara fisik yang dikenal dalam Islam adalah hijrah sebagian sahabat, yang terbanyak dari kalangan mustad’afin (orang-orang yang lemah secara politik dan ekonomi), ke negeri Habasyah sebanyak dua kali.

Hijrah pertama ini diikuti hanya oleh dua puluh orang. Di dalam rombongan ini terdapat Ruqayyah binti Muhammad (putri Rasulullah saw.) dan suaminya Utsman bin Affan. Mereka berlayar secara diam-diam menuju Habasyah dengan menggunakan kapal dagang. Kaum musyrik Mekah kemudian mengirim pasukan untuk mengejar mereka. Namun, kaum muslim telah berlayar setibanya pasukan di tepi laut. Peristiwa ini terjadi di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.

Hijrah ke Habasyah ini dilakukan kaum muslim karena semakin meningkatnya intimidasi kaum Qurisy pada mereka. Setelah dua bulan tinggal di Habasyah, mereka kembali ke Mekah karena mengira intimidasi kaum Quraisy sudah jauh berkurang.

Namun, perkiraan itu salah. Sebab, pada kenyataannya kaum musyrik Mekah malah meningkatkan intimidasinya terhadap kaum muslim. Nabi Muhammad saw. kemudian menyarankan para sahabatnya untuk hijrah kembali ke Habasyah. Rencana hijrah kedua ini lebih berat karena pihak musuh sudah mencium rencana tersebut. Hal ini menyebabkan kaum muslim bergerak lebih cepat. Rombongan ini dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib, dan sebanyak delapan puluh tiga pria dan tiga belas wanita berhasil berangkat hijrah ke Habasyah. Mereka tiba dengan selamat. Tetapi, tidak lama kemudian datang utusan dari Mekah yang dipimpin oleh ‘Amr bin al-‘Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Mereka bermaksud meminta kaum muslim, sambil membawa banyak hadiah untuk Raja Najasyi. Terjadilah dialog antara Ja’far bin Abi Thalib dengan utusan dari kaum musyrik Mekah dihadapan Raja Najasyi. Namun, pada akhirnya kaum muslim berhasil meyakinkan Raja Najasyi akan kebenaran hijrah mereka, dan utusan kaum musyrik pun kembali ke Mekah tanpa hasil.

Rasulullah saw kemudian mengirim surat kepada Raja Najasyi dan menyerunya untuk masuk Islam. Raja Najasyi menerima seruan tersebut. Dan tatkala raja Najasyi ini meninggal dunia, Rasulullah sawpun melakukan shalat gaib untuknya.

Semakin lama tekanan dan intimidasi yang dialami oleh Rasulullah saw. dan kaum muslim semakin dahsyat. Hal inilah yang menyebabkan mereka hijrah Madinah. Jika hijrah ke Habasyah dilakukan secara kecil-kecilan oleh sejumlah sahabat, maka hijrah ke Madinah ini dilakukan dengan perbekalan dan persiapan yang matang dan memadai.

Namun, peristiwa yang sangat menentukan kesuksesan dakwah Islam, dan menjadi titik peralihan menuju kemenangan adalah ketika Rasulullah saw. dan para sahabatnya berhasil hijrah ke Madinah dengan selamat. Keberhasilan hijrah ini tidak terlepas dari beberapa peristiwa yang terjadi sebelumnya, yaitu proses sumpah setia atau bai’ah oleh beberapa orang dari Madinah. Peristiwa ini dikenal dengan Bai’atul ‘Aqabah al Ula wa Tsaniyah.

Bai’ah yang pertama dilakukan oleh sepuluh orang dari suku Khazraj dan dua orang dari suku Aus kepada Rasulullah saw. Bai’ah ini dilakukan ketika mereka ziarah ke Masjidil Haram. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-12 kenabian (tahun 621 M di bulan Juli) di Aqabah, Mina. Adapun teks bai’ahnya: “Kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan apapun juga, tidak akan mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak akan berdusta dengan menutup-nutupi apa yang ada di depan dan di belakang kami, dan tidak akan membantah perintah nabi dalam hal kebajikan” (HR. al-Bukhari)

Sedangkan bai’ah yang kedua terjadi pada musim haji tahun ke-13 kenabian (tahun 622, bulan Juni) di tempat yang sama. Adapun isinya adalah, “Kalian membai’atku dengan berjanji untuk patuh dan setia kepadaku, baik dalam keadaan sibuk maupun senggang, memberi infak baik dalam keadaan lapang rezeki maupun sempit, menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, teguh membela agama Allah tanpa memperhatikan perbedaan ras, tidak takut dicela orang lain, tetap membantu dan membelaku ketika aku berada di tengah-tengah kalian sebagaimana kalian membela diri dan anak isteri kalian. Jika kalian melaksanakan semua ini, kalian akan memdapatkan surga.” (HR. Ahmad bin Hanbal)

Peristiwa yang lainnya adalah kesepakatan para pemuka suku Quraiys untuk menghabisi kaum muslim dan Rasulullah saw. di Darun Nadwah. Namun, kesepakatan ini diketahui oleh Rasulullah saw. melalui wahyu yang turun kepadanya, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (al-Anfal: 30)

Rasulullah saw. memerintahkan kepada kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah setelah turunnya ayat ini. Para sahabat mulai meninggalkan Mekah secara bergelombang. Rasulullah saw. sendiri adalah orang yang terakhir pergi ke Madinah.

Rasulullah saw. menyiapkan hijrah ini secara matang. Sebab, target utama kaum musyrik Mekah adalah mengagalkan hijrah kaum muslimin. Rasulullah saw. menyiapkan bekal, kendaraan, penunjuk jalan, strategi, dan rute yang akan ditempuh. Beliau juga meminta Abu Bakar ash-Shiddiq menemaninya, dan seorang pemandu jalan yang bernama Abdullah bin Uraiqit.

Rasulullah saw. meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 bulan Shafar tahun ke-13 kenabian atau bertepatan dengan tanggal 12 atau 13 September tahun 622 M. Perjalanan awal keluar Mekah jusru menempuh jalan yang berlawanan dengan jalan menuju Madinah. Hal ini dimaksudkan untuk mengecoh para pengejar. Gua Tsur adalah tempat tujuan mereka. Di gua ini mereka bermalam selama tiga hari. Kaum musyrik Quraisy sempat mengejar, tetapi keberadaan Rasulullah saw. dan Abu Bakar di dalam gua tidak diketahui mereka.

Setelah berhasil lolos dari pengejaran kaum musyrik Mekah, perjalanan dilanjutkan kembali. Tetapi ternyata, para pemburu bayaran yang diiming-imingi hadiah besar oleh pihak Mekah terus mengintai mereka. Salah satu dari mereka adalah Suraqah bin Malik. Ia berhasil mengejar dan mendekati Rasulullah saw. dan Abu Bakar. Namun, setelah melihat mukzijat kenabian dari Rasulullah saw., Suraqah akhirnya tunduk.

Rasulullah saw. akhirnya tiba di Yatsrib (Madinah) pada hari Jum’at tanggal 12 Rabiul Awwal di tahun yang sama. Beliau disambut penduduk Madinah dengan meriah. Al-Barra bin ‘Azib seorang sahabat dari kaum Anshor mengatakan, “Orang pertama dari para sahabat yang datang ke Yatsrib ialah Mus’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Kedua orang inilah yangmengajarkan Al Qur’an kepada kami. Kemudian menyusul Ammar bin Yasir, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Umar bin al-Khaththab bersama kafilah yang terdiri dari dua puluh orang. Setelah itu, barulah Rasulullah saw datang menyusul. Saya belum pernah melihat banyak orang bergembira seperti saat mereka menyambut kedatangan beliau, sehingga kaum wanita, anak-anak, dan para hamba sahaya perempuan bersorak-sorai meneriakkan, “Itulah dia, Rasulullah saw telah datang.” (HR. al-Bukhari).

Kedatangan Rasulullah saw di kota Yatsrib ternyata membawa perubahan yang sangat besar bagi perkembangan Islam. Paling tidak, beliau berhasil menjadi juru damai bagi dua suku asli penduduk Yatsrib, yaitu suku Aus dan Khzaraj. Rasulullah saw. mempersaudarakan, menyatukan, dan mendamaikan mereka dengan ikatan iman dan Islam serta persaudaraan Islamiyah. Sehingga terhapuslah di hati mereka militansi kesukuan yang sempit. Sementara itu, para pendatang Muhajirin juga mulai mewarnai aktivitas di kota itu dengan perdagangan. Tak lama kemudian, kaum Muhajirin mampu menggeser dominasi ekonomi dan perdagangan kaum Yahudi.

Rasulullah saw. emudian meletakkan tiga hal yang menjadi tonggak pembentukan masyarakat baru, yaitu:

1. Memperkokoh hubungan kaum muslim dan Tuhannya dengan membangun masjid;

2. Memperkokoh hubungan intern umat Islam dengan mempersaudarakan kaum pendatang Muhajirin dari Mekah dengan penduduk asli Madinah, yaitu kaum Anshor;

3. Mengatur hubungan umat Islam dengan orang-orang diluar Islam, baik yang ada di dalam maupun di sekitar kota dengan cara mengadakan perjanjian perdamaian.

Melalui tiga hal di atas, Rasulullah saw. berhasil membangun masyarakat ideal. Masyarakat ini terwujud dalam suatu negara, yang beliau beri nama Madinah, artinya “kota” atau “tempat peradaban”. Di dalam masyarakat itu, Rasulullah saw. secara bertahap menerapkan sistem yang dapat melindungi mereka dengan kehidupan yang damai dan makmur. Pada akhirnya, disebabkan melihat suasana damai itu, banyak penduduk kota Madinah dan sekitarnya yang menyatakan masuk Islam.

Setelah terbentuknya negara Madinah, Islam mulai menguatkan eksistensinya di wilayah sekitar kota Madinah, sampai kota Mekah pun dapat dibebaskan. Dengan dibebaskannya Mekah tidak ada lagi hijrah ke Madinah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw, “Tidak ada hijrah setelah pembebasan (Mekah).” (HR. al-Bukhari)

Tetapi, menurut Munawar Khalil, hijrah dalam pengertian meninggalkan sesuatu yang buruk menuju sesuatu yang baik atau hijrah secara maknawiyah spiritual merupakan kewajiban bagi setiap muslim sepanjang hidupnya. Hijrah maknawiyah ini terus berlaku sepanjang masa. Dan mengingat pentingnya peristiwa hijrah ini, Umar ibnul Khaththab, berdasarkan usul Ali bin Abi Thalib, menetapkan peristiwa hijrah ini sebagai awal tahun penanggalan Islam.

Setelah mengalami perjalanan hijrah yang cukup melelahkan dan penuh ketegangan, Rasulullah saw. dan Abu Bakar akhirnya sampai di kota tujuan, Yatsrib. Kaum muslim yang menantikan mereka dengan cemas akhirnya merasa lega. Mereka menyambut Rasulullah saw. dan Abu Bakar dengan penuh suka cita. Mereka bahkan bersenandung, bernyanyi, dan bersyukur akan kedatangan Rasullah saw. dan Abu Bakar yang selamat dan tidak kurang suatu apapun jua.

Rasulullah saw. kemudian mengganti nama kota Yastrib dengan nama al-Madinah al-Munawarah atau lebih dikenal dengan Madinah. Kota ini kemudian menjadi tanah suci karena disucikan oleh Rasulullah saw., sebagaimana dalam sabdanya, “Rasulullah saw. telah mensucikan tanah antara dua laba (tanah berbatu hitam antara timur dan barat) Madinah.” (HR. Muslim). Kota ini terletak kurang lebih 350 km di utara kota Mekah.

Rasulullah saw. tiba pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1 H atau 27 September 622 M di perkampungan Bani Najjar di Madinah. Beliau turun dari untanya di depan rumah Abu Ayub, seraya berkata, “Di rumah inilah, insya Allah”. Beliau kemudian masuk ke rumah Abu Ayub dan tinggal untuk sementara waktu.

Sebelum masuk kota Madinah, Rasullah saw. singgah di pemukiman Bani ‘Amr bin ‘Auf selama empat belas hari. Dalam waktu yang singkat tersebut beliau membangun masjid Quba. Masjid itu adalah menjadi masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam. Mengenai masjid tersebut, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (at- Taubah: 108)

Setelah tiba di Madinah, Rasulullah saw. mulai membangun masyarakat baru, yakni masyarakat madani. Ada dua hal utama yang dikerjakan Rasulullah saw, yaitu: Pertama, menguatkan hubungan vertikal kaum muslim dengan Allah swt., melalui sarana masjid; Kedua, menguatkan hubungan horizontal sesama muslim melalui proses ta-akhi (persaudaraan), dan antara umat Islam dengan non Islam dengan Mii-tsaqul Madinah (Piagam Madinah).

Di dalam hadits dijelaskan, pekerjaan pertama yang dilakukan Rasululah saw. di Madinah adalah membangun masjid. Tempat yang dipilih adalah sebidang tanah milik dua orang anak asuh As’ad bin Zararah di Mirbad. Mereka sebenarnya ingin memberikan tanah itu secara cuma-cuma, tetapi Rasulullah saw. tetap membayarnya. Tanah itu sebelumnya ditumbuhi beberapa pohon kurma liar dan beberapa buah kuburan orang-orang musyrik.

Masjid itu berukuran kurang lebih seratus hasta, terdiri dari sebidang tanah segi empat sama sisi, dibatasi oleh bekas pelepah-pelepah kurma, dengan kiblat masih menghadap ke Masjidil Aqsha. Lantainya terdiri dari pasir dan kerikil, sedangkan tiang dan atapnya dari batang dan pelepah daun kurma. Rasulullah saw. ikut turun tangan membangun masjid bersama para sahabatnya. Mereka mengerjakannya sambil bersyair dan bersenandung.

Mengapa masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah saw. dan bukan yang lainnya? Sebab, Rasulullah mengetahui bahwa imanlah sesungguhnya inti kekuatan dari masyarakat madani yang hendak dibangun. Maka, masjid adalah sarana yang tepat untuk memelihara iman agar tetap kokoh dan mantap. Masjid akan melahirkan keimanan yang produktif, yang hidup dan menghidupkan, dan memberi manfaat bagi kehidupan seluruh alam. Adanya masjid menempa para sahabat untuk berjuang lebih lanjut, karena memang tantangan dakwah Islam selanjutnya akan lebih berat. Karena itu, mereka harus memiliki iman kokoh yang tidak melahirkan rasa takut dan gentar kecuali kepada Allah swt., “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap meadirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah.” (at-Taubah: 18)

Selain itu, masjid ini juga diharapkan menjadi tempat pembinaan umat secara keseluruhan, baik dalam rangka menyusun strategi dakwah maupun taktik lainnya. Dari masjid inilah lahir masyarakat baru yang dikenal dengan nama masyarakat madinah, nama itu menjadi acuan bagi peristilahan masyarakat madani (civil societ) yang sekarang ini sedang ngetrend.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang harmonis dan seimbang, baik secara lahir maupun batin, juga dalam hubungan vertikal kepada Al-Kholik dan horizontal sesama makhluk, “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (an-Nuur: 36-38)

Masjid secara vertikal menguatkan hubungan seorang hamba kepada Tuhannya, dan secara horizontal menguatkan hubungan antar anggota masyarakat muslim. Proses ini berjalan secara paralel, yaitu seiring adanya pertemuan intens dalam sholat fardhu sehari semalam sebanyak lima kali dan sholat Jum’at sekali seminggu. Hal ini melahirkan barisan kaum muslimin yang kokoh dan kuat yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. Barisan ini kemudian menjadi pasukan yang mampu menaklukkan kekuatan pasukan kaum musyrik Mekah di berbagai peperangan. Barisan ini juga ditakuti oleh kabilah-kabilah di pedalaman, dan pada akhirnya mampu membalikkan kenyataan: mengusir tentara Romawi dan berhadapan dengan pasukan Rustum (seorang jenderal Persia). Beberapa saat sebelumnya, tidak terbersit sedikitpun di dalam benak kaum muslim bahwa mereka akan mampu melakukannya. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (ash-Shaff: 4)

Hal kedua yang Rasulullah saw. lakukan adalah melaksanakan strategi ‘ta-akhi bainal muhaajiriina wal anshaari’ (persaudaraan antara Muhajirin dan Anshor) yang dimaksudkan untuk menguatkan kesatuan dan persatuan di kalangan kaum muslim. Tujuan lain dari hal ini adalah untuk menguatkan hubungan antara pendatang dan penduduk asli, memusnahkan fanatisme kesukuan ala jahiliyah, dan menumbuhkan semangat pengabdian yang ditujukan hanya untuk Islam. Karena secara historis, orang-orang Anshar yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khajraz pernah saling bermusuhan. Darah yang belum kering, dendam yang belum padam, sirna dihapus oleh jiwa baru persaudaraan Islam.

Melalui persaudaraan ini, Rasulullah saw. berhasil menyatukan kaum muslimin tidak hanya pada tataran teoritis, namun juga pada tataran aplikasi. Pada kenyataannya, persaudaraan ini mengikat serta mempersatukan tidak hanya jiwa namun juga harta mereka. Mengenai hal ini al-Bukhari meriwayatkan sebagai berikut, “Setibanya kaum Muhajirin di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan antara Abdur Rahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Rabi’. Ketika itu, Sa’ad berkata kepadanya, “Aku termasuk orang Anshar yang mempunyai banyak harta kekayaan. Harta kekayaanku ini akan aku bagi dua, separuh untukmu dan separuh untukku. Aku juga mempunyai dua orang isteri, lihat mana yang paling baik untuk anda. Sebutkan namanya, maka ia akan segera kuceraikan, dan sehabis masa iddahnya kupersilahkan engkau menikah dengannya.” Mendengar hal itu, Abdur Rahman menjawab, “Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaan anda. Tunjukan saja kepadaku, dimanakah pasar kota kalian?” Abdur Rahman kemudian ditunjukkan pasar milik Bani Qainuqo. Maka mulailah Abdur Rahman berkerja, dan ketika pulang ia membawa gandum dan samin. Setiap pagi dia melakukan hal itu. Sampai pada satu hari beliau mendatangi Rasulullah saw. dengan pakaian yang bagus dan rapi. Rasulullah saw. pun berkata kepadanya, “Apakah engkau sudah mempunyai penghasilan?” Jawabnya, “Saya sudah menikah.” Rasulullah saw. bertanya lagi, “Berapa mas kawin yang engkau berikan kepada isterimu?” Ia menjawab lagi, “Setail uang emas.” (HR. al-Bukhari)

Sesungguhnya dialog yang terjadi antara Abdur Rahman bin ‘Auf dan Sa’ad bin Rabi’ melebihi dialog antar dua insan bersaudara. Akan tetapi, sesungguhnya ia merupakan dialog iman. Dari dialog ini terlihat sikap itsar atau rela berkorban, membagi, dan solidaritas, namun juga diimbangi dengan sikap ta’affuf atau harga diri yang tinggi, pantang menyerah, dan putus harapan. Antara itsar dan ta’affuf, antara membagi dan dan tidak putus asa adalah sinergi yang melahirkan dinamika dan produktivitas hidup. Hal ini melahirkan energi kuat yang menjadi penggerak kemenangan kaum muslim saat itu.

Namun, dua jiwa itu seakan hilang saat ini. Tidak ada lagi itsar dan ta’affuf. Kalaupun ada itsar namun ta’affuf mati, seakan-akan memberi makan orang kuat namun pemalas. Akibatnya, umat Islam dewasa ini menjadi mandul, kurang produktivitas, dan hina di mata musuhnya. Akan tetapi, generasi awal umat ini tidaklah demikian, sebagaimana Abdur Rahman bin ‘Auf yang mempunyai jiwa pantang menyerah. Hanya dalam waktu singkat ia sudah mampu menikah lagi dengan mahar yang cukup mahal. Abdur Rahman bin ‘Auf bersama Ustman bin Affan serta sahabat lainnya merupakan pebisnis ulung, yang pada akhirnya mampu menggusur dominasi ekonomi dan perdagangan kaum Yahudi di Madinah. Karena itu, memepertahankan martabat dan harga diri, tingginya solidaritas, dan kesiapan berkorban menjadi penentu bagi kemuliaan Islam dan umatnya. Di sisi lain, amat tercela bagi sebagian orang yang memeluk Islam sekaligus menelan Islam, yaitu orang-orang yang mencari makan atas nama Islam sehingga mengakibatkan hancurnya martabat dan kehormatan Islam di dunia ini.

Sesungguhnya Islam dibangun atas landasan persaudaraan sejati yang merupakan buah dari keimanan yang tinggi. Jika kita mengambil contoh dari Rasulullah saw. dan para sahabat, maka persaudaraan sejati semacam itu hanya terdapat pada manusia-manusia yang berjiwa bersih dan berakhlak mulia. Persaudaraan ini melahirkan cinta kasih, ibarat mata air yang memancar keluar dan mengalir dengan sendirinya. Hal ini tidak bisa dipaksakan dengan peraturan atau undang-undang apapun juga. Persaudaraan ini akan berkembang di dalam hati dan membebaskan fikiran manusia dari cengkeraman egoisme, kekikiran, serta akhlak dan budi pekerti yang rendah.

Inilah dia sesungguhnya gambaran masyarakat madani itu, satu tipe alternatif yang dicita-citakan masyarakat manusia sekarang ini. Masyarakat yang harmonis, penuh kasih sayang dan toleransi, serta rahmat bagi semua. Karena itulah, mengawali keberadaannya di kota Madinah, Rasulullah saw. mensosialisasikan slogan-slogannya, yaitu keselamatan, kesejahteraan, keamanan, kasih sayang, keadilan, dan persaudaraan.

Abdullah bin Salam, seorang rahib Yahudi yang masuk Islam, mengatakan, “Aku mendatangi Rasulullah saw. saat ia tiba di Madinah. Jelaslah bagiku wajahnya, dan tidak tampak padanya wajah seorang pendusta. Hal yang pertama kali aku dengar dari ucapan-ucapannya adalah:

“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambungkanlah persaudaraan, dan sholatlah di waktu malam sementara manusia tidur, maka kalian akan masuk surga Tuhanmu dengan sejahtera.” (HR.at-Turmudzi, Ibnu Majah, dan ad-Daarimi)

“Tidak akan masuk surga seseorang yang tetangganya tidak tenteram dari gangguan-gangguannya.” (HR. Muslim)

“Seorang muslim adalah orang yang membuat muslim lainnya merasa aman dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari)

“Tidak beriman seseorang daripadamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)

“Orang-orang beriman seperti satu tubuh, apabila matanya sakit, sakit pulalah seluruh badannya, dan apabila kepalanya sakit, sakit pulalah seluruh tubuhnya.” (HR.Muslim)

“Janganlah kalian saling membenci, saling hasad, dan saling bertengkar. Tetapi, jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang muslim meninggalkan (memusuhi) saudaranya melebihi tiga hari.” (HR. Bukhari
READ MORE - Hijrah dalam Pembentukan Masyarakat Madani

Selasa, 08 Desember 2009

Ada nada pesimistis di kalangan orang2 awam tidak akan mungkin mengalahkan buaya, apalagi si cicak. ini adalah sangat fenomenal sekali orang kecil melawan orang besar. semuanya punya pengaruh di segala sisi. nasib orang kecil emang ditakdirkan tertindih oleh si besar. tapi ini bukan kehendak Allah SWT, tapi semua ini berasal dari SETAN yg sdh beranak pinak di tubuh si besar. kita hanya mengadu dan berdo'a kepada Allah, karena Dialah satu2nya tempat pengaduan mudah2an nasib cicak dan orang kecil ini pasti suatu saat akan dikabulkan Allah. anda penasaran dengan judul movie di atas?silahkan anda saksikan di bioskop2 rumah kesayangan anda KETIKA CICAK BERSAKSI MELAWAN BUAYA..selamat berkomentar ya..
READ MORE -

Minggu, 25 Oktober 2009

Berani dan konsistenkah Tifatul Sembiring dalam 100 hari blokir situs porno?

Masih ingatkah Pernyataan Presiden PKS Tifatul Sembiring pada pemberitaan di Majalah Tempo edisi 1-7 Juni 2009 halaman 29. Pernyataan yang sangat menyakitkan bagi setiap muslim, yakni Presiden PKS mengatakan, “Apa kalau istrinya berjilbab lalu masalah ekonomi selesai? Apa pendidikan, kesehatan, jadi lebih baik?,” katanya.

“Soal selembar kain saja kok dirisaukan.” Inikah ucapan tokoh yang mengaku muslim? Betapa nekat saudara Tifatul Sembiring mengorbankan syari’at demi kepentingan kursiologi. Saya katakan, bahwa ucapan Tifatul Sembiring adalah penistaan dan penodaan terhadap Syari’at Islam. (1)
Tifatul Sembiring Jadi Menteri “Internet”


Menteri baru yang di umumkan presiden SBY kemarin malam rabu 21/10/2009, jatah Menkominfo sekarang di pegang oleh Tifatul Sembiring. Banyak pihak yang meragukan kemampuan beliau memimpin Departemen ini yang terletak tidak jauh dari Istana Merdeka Presiden SBY, yaitu jalan Medan Merdeka Barat No.9, bila kita keluar dari kantor menkominfo (menteri komunikasi dan informasi) tersebut, belok kiri langsung berhadap-hadapan dengan Istana. Beliau lulusan Stikom, kader partai PKS dan harus sering-sering buka internet, seperti kasus MIYABI (Maria Ozawa) yang mau datang ke Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Mantan Menkominfo yang lama M.Nuh mengatakan Ia tidak tahu bahwa Miyabi itu artis film hot (panas) di negara Jepang dan akan mengecek dahulu kebenarannya, padahal dengan Internet melalui mesin pencari google.com hal tersebut mudah saja di dapat segala informasi tentang MIYABI tersebut. (2)

Sejumlah kalangan mencemaskan, latar belakangnya sebagai petinggi partai Islam, akan memundurkan keterbukaan informasi di Indonesia, atas nama ajaran agama. Yang mengemuka adalah kekhawatiran terhadap kemungkinan larangan situs jejaring sosial semacam facebook, yang sempat akan diharamkan oleh ulama Indonesia.

Tifatul Sembiring menepis kecemasan itu dan menjanjikan, “Tidak ada begitu, kita kan punya Undang-undang, aturan. Kita kan punya regulasi, ada kebebasan kita dalam informasi. Saya bahkan punya slogan, komunikasi lancar, informasi benar. Kalau soal facebook dan sebagainya, apa yang bertentangan dengan Islam? Kan tidak ada. Artinya keterbukaan informasi seperti sekarang ini tetap akan dipertahankan?”

Deputi Direktur Yayasan Estetika Sains dan Teknologi (SET) mencemaskan Tifatul akan jauh lebih fokus pada masalah pengembangan teknologi informasi, ketimbang mengurusi hal yang lebih mendasar yang masih menjadi persoalan di Indonesia, seperti kebebasan berpendapat.(3)
Perlukah Menunggu 100 hari untuk Blokir Situs Porno ?

Program 100 hari Tifatul Sembiring (4) :

1. Program 100 desa komputer : “Kalau saya diamanahi jabatan Menkominfo, 100 hari pertama sesuai target yang ditetapkan Presiden akan mewujudkan 100 desa komputer,” kata Tifatul, setelah Sidang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2009-2014 di Gedung Nusantara Senayan, Jakarta, Selasa.
2. E-government : “E-government harus kita upayakan untuk meminimalisir KKN,” katanya. Ke depan, Tifatul mengharapkan seluruh pegawai hingga ke tingkat pemerintahan terbawah bekerja dengan sistem on-line sehingga tidak perlu menerima uang tunai secara langsung dari masyarakat”. Ia berpendapat, pegawai cukup menerima resi dalam bentuk kertas sehingga praktik “sogok-menyogok” dapat diminimalkan melalui sistem on-line. Soal komunikasi dan informatika, Tifatul mengaku tidak asing lagi dengan dunia tersebut.

Catatan : Beliau belum menyampaikan statement tentang pemblokiran Situs porno !!!

Kebijakan pemerintah melalui Depkominfo untuk memblokir situs porno yang pernah dilakukan pertama kali pada April 2008 tidak membuahkan hasil. Awalnya pemerintah begitu semangat, dan pada akhirnya ‘hilang tidak berbekas’. Kata orang ‘hangat-hangat tahi ayam’, ya itulah Depkominfo.

Selain itu, Pemerintah SBY bersama DPR, mengesahkan UU Pornografi yang telah berusia lebih 2 bulan, tapi tetap saja tidak ada gunanya. Para politikus hanya lebih senang berpolemik pada soal pola hidup masyarakat kita seperti di Bali, Manado atau Papua. Sehingga memang terkesan, UU Pornografi yang telah disahkan lebih kepada unsur politis.(5)
Fakta realita sampai hari ini

Tercatat ada 6 situs porno yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Indonesia, berdasarkan rangking situs alexa.com yakni:

1. t***8.com >> bercokol di rank 41
2. yo**o**.com >> menclok di rank 44
3. du**a*e*.com >> nangkring di rank 57
4. po****b.com >> ngikutan temen2 nya di rank 67
5. re**u*e.com >> katanya di rank 115
6. adul***i*n*f***er.com >> tau tuh sekarang rank nya berapa?

Catatan penulisan ngikut cara penulisan nusantaranews dan bandingkan dengan serbasejarah yang bercokol di 200 rebuan :( .

Jika mengkaji lebih dalam tentang hasil yang ditampilkan oleh Alexa, sunggu ironis ternyata situs porno bisa mengalahkan situs-situs resmi kenegaraan termasuk situs resmi kantor berita Indonesia yakni antara ( www.antara.co.id) dengan peringkat akses di Indonesia 470 dan masih sangat jauh untuk mendekati 100 besar situs favorit berdasarkan alexa.

Jika pemerintah tetap menganggap substansi pernografi seperti halnya keberadaan situs porni tidak perlu dihilangkan maka konsekwensinya generasi muda mendatang akan lebih mudah terjerumus kepada dampak negative pornografi itu.

Hasil yang ditampilkan oleh Alexa, hanyalah sebagian kecil dari materi pornografi yang masih bebas diakses oleh siapapun melalui internet, jika saja mau menelusuri lebih jauh maka materi pornografi yang ditempatkan situs-situs gratis seperti blogspot, multiply, wordpres jumlahnya tak terhitung. Dan hebatnya pembuat situs tersebut berasal dari Indonesia.

Dengan jumlah pengguna internet yang sangat besar yakni lebih 30 juta pengguna (prediksi netizen tumbuh 20% dari 25 juta ditahun 2008), berarti fasilitas internet telah menjadi fasilitas vital bagi masyarakat kita, terutama siswa-siswi SD, SMP, dan SMA. Sisi positif kehadiran internet tentu disertai hal-hal negatif yang secara sengaja diciptakan oleh mereka yang hanya ingin mencari ‘materi/uang’. Dan pemerintah wajib mengambil peran penting dalam mencegah sisi negatif menular ke masyarakat kita, terutama generasi muda.

Pemerintah harus berperan dikarenakan internet telah menguasai hajat hidup orang banyak, maka pemerintah harus melindungi masyarakat. Dan undang-undang yang telah dibuat dengan dana hingga puluhan miliar rupiah sudah semestinya dijalankan dengan bijak dan tegas. Jika tidak, masyarakat akan semakin tidak percaya pada semua produk hukum yang ada. Seolah-olah kedua UU tersebut hanya diperuntukkan untuk ‘membinasakan’ masyarakat kecil (ekonomi, budaya) daripada kepentingan pemodal besar di stasiun TV, internet, cukong DVD bajakan, atau bos majalah porno. (6)
So.. Beranikah Bung Tifatul meBlokir Situs Porno dalam progam 100 hari Menkominfo ???

Catatan lain : Tulisan ini didedikasikan terkhusus buat mas Nusantaranews yang getol meng”kampanye”kan pemblokiran situs porno juga buat rekan2 bloger yang ‘berkiblat’ pada situs bersih

AYO DORONG BUNG TIFATUL UNTUK BLOKIR SITUS PORNO !!!!

Update 23 Oktober 2009 Pukul 23:38
Republika Online : JAKARTA–Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, menyatakan bisnis di bidang telematika harus dapat membangun karakter bangsa. Namun, hal itu harus tetap dilakukan dengan tetap tidak mengabaikan keuntungan para pelaku bisnis di bidang tersebut.

”Kita mencari win-win solution. (Pelaku bisnis telematika) dapat untung, tapi tidak harus membunuh karakter bangsa,” tegas Tifatul, saat berbicara dalam acara silaturahmi dan ramah tamah dengan para pemilik dan pemimpin bisnis di bidang telematika, di Jakarta, Jumat (23/10) malam.

Dalam acara tersebut, turut hadir mantan Menkominfo yang kini menjabat Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh, Menteri Perindustrian yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Kadin, MS Hidayat, pejabat di lingkungan Depkominfo, anggota komisi I DPR, dan pimpinan serta anggota KPI.

Tak hanya itu, Tifatul pun berharap bisnis di bidang telematika dapat menggerakkan perekonomian dan pembangunan bangsa. Bahkan, bidang tersebut juga diharapkan mampu menambah devisa negara. ”Peluang di bidang ini sangat besar,” tandasnya.

Karena itu, lanjut Tifatul, semua stake holder harus saling bicara dan tidak saling mencurigai. Dia pun meminta semuanya untuk maju bersama-sama dan tidak mengutamakan kepentingan sendiri
READ MORE -

Kamis, 15 Oktober 2009

Marilah berjihad

Seruan Al-‘Allamah Ibnu Baz Rahimahullahu wa Qoddasallahu Ruuhahu Kepada Kaum Muslimin Tentang Permusuhan YahudiPeperangan Islam
Wahai kaum muslimin di segala penjuru… wahai orang-orang Arab di seluruh tempat… wahai para pemimpin dan penguasa…
Sesungguhnya peperangan yang terjadi antara bangsa Arab dan Yahudi bukanlah peperangan ‘Arabiyah belaka, perhatikanlah! Namun ia merupakan peperangan Islamiyah ‘Arabiyah, peperangan antara kekufuran dan keimanan, antara al-haq dan bathil dan antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi. Permusuhan Yahudi terhadap kaum muslimin di tanah air dan pusat negeri mereka adalah suatu hal yang telah ma’lum (ketahui) dan masyhur. Maka wajib bagi setiap muslim di setiap tempat untuk menolong saudara-saudara mereka yang teraniaya, berdiri di atas barisan mereka dan membantu mereka di dalam mengembalikan hak mereka yang terampas dari kaum yang menganiaya dan menzhalimi mereka, dengan segala kemampuan yang dimiliki : dari jiwa, kehormatan, peralatan dan harta benda. Semuanya menurut kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla : “jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang Telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka” dan firman-Nya : “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”
Sikap Yahudi di dalam memusuhi Islam dan Nabinya Islam adalah suatu hal yang ma’lum dan masyhur. Sejarah telah mencatatnya dan para perawi berita sejarah saling menukilkannya. Bahkan, Kitab teragung dan terbenar menjadi saksi atasnya, yaitu Kitabullah yang tidak ada padanya kebatilan di tengah-tengahnya dan tidak pula di belakangnya, yang diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Alloh Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.”. Alloh Azza wa Jalla menegaskan di dalam ayat yang mulia ini bahwa Yahudi dan orang-orang musyrik itu adalah kaum yang paling keras permusuhannya terhadap kaum mukminin…
Kewajiban Bersegera Untuk Berperang Di Jalan Alloh
Wahai sekalian kaum muslimin dari bangsa Arab dan selainnya… bersegeralah kalian untuk memerangi musuh-musuh Alloh dari bangsa Yahudi, dan berjihadlah di jalan Alloh dengan harta dan jiwa kalian, yang demikian ini adalah lebih baik jika kalian mengetahui.
Bersegeralah kalian untuk menjumpai surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang dipersiapkan bagi muttaqin (orang-orang yang bertakwa), mujahidin dan shobirin (orang-orang yang sabar).
Ikhlaskanlah niat hanya untuk Alloh, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaran kalian serta bertakwalah kepada Alloh Azza wa Jalla niscaya kalian akan memperoleh kemenangan yang besar atau syahid di jalan kebenaran dalam rangka menumpas kebatilan. Ingatlah selalu dengan apa yang diturunkan Rabb kalian Subhanahu di dalam kitab-Nya yang mubin (jelas) tentang keutamaan mujahidin dan janji Alloh atas mereka berupa derajat yang tinggi dan tempat yang penuh kenikmatan (surga).
Alloh Ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”.
Dan firman-Nya Ta’ala : “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.”.
Dan firman-Nya Ta’ala : “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal, Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”.
Berharap Untuk Berangkat Berjihad
Wahai para mujahidin! Alloh Subhanahu telah menjelaskan di dalam ayat ini keutamaan jihad dan akibatnya yang terpuji bagi orang-orang yang beriman. Yaitu berupa pertolongan dan kemenangan yang dekat -di dunia- beserta surga dan keridhaan dari Alloh Subhanahu serta kedudukan yang tinggi di akhirat.
Ayat yang kedua yaitu yang berbunyi : “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat” menunjukkan akan kewajiban berangkat untuk berjihad bagi para pemuda dan orang tua apabila diseru, dalam rangka meninggikan kalimat Alloh dan melindungi negeri kaum muslimin serta melawan musuh-musuh mereka. Terlebih lagi apa yang dihasilkan jihad bagi kaum muslimin berupa Izzah, kemuliaan, kebaikan, keagungan, ganjaran yang besar dan tingginya kalimat Alloh serta terpeliharanya keadaan umat, agama dan keamanannya.
Telah datang penjelasan di dalam al-Qur’an al-Karim ayat-ayat yang mulia tentang keutamaan jihad dan dorongan untuk berjihad, dan janji kemenangan bagi orang-orang mukmin dan kehancuran kaum kafir, yang memenuhi hati seorang mukmin dengan semangat, kekuatan, obsesi dan kejujuran untuk turun di medan jihad, keberanian di dalam menyokong al-haq untuk memenuhi janji Alloh, dan keimanan akan pertolongan-Nya, serta harapan akan ganjaran di antara dua kebaikan, yaitu kemenangan dan ghanimah (harta rampasan perang) atau syahid di jalan kebenaran, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla : “Katakanlah: “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan, dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. sebab itu tunggulah, Sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.” dan firman-Nya Azza wa Jalla : “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”.
Alloh Azza wa Jalla juga berfirman: “Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” dan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala : “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.” dan firman-Nya Ta’ala : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” sampai dengan firman-Nya : “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”.
Di dalam ayat-ayat ini terdapat at-tashrih (penjelasan yang terang) dari Alloh Azza wa Jalla akan janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya berupa pertolongan dari musuh-musuh mereka dan keselamatan dari tipu daya mereka walau sebesar apapun kekuatan mereka dan sebanyak apapun jumlah mereka. Karena sesungguhnya Alloh Azza wa Jalla lebih kuat dari segala kekuatan yang ada dan lebih mengetahui akan akibat dari segala urusan dan Dia berkemampuan atasnya serta Ia Maha Mengetahui seluruh amal-amal mereka.
Akan tetapi Alloh Azza wa Jalla mensyaratkan janji-Nya ini dengan syarat yang besar, yaitu keharusan beriman kepada-Nya, menolong agama-Nya dan beristiqomah di atasnya dengan kesabaran dan kekuatan di dalam bersabar. Barangsiapa yang melaksanakan syarat ini niscaya Alloh akan memenuhi janji-Nya kepada mereka dan Dia adalah jujur di dalam janji-Nya : “Allah Telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya.”. Dan barangsiapa yang meremehkan syarat ini, atau tidak mau mengangkat kepalanya (untuk memenuhi syarat ini), maka dia tidaklah menghinakan melainkan dirinya sendiri.
Maka sepatutnyalah bagimu wahai mukmin yang mujahid, untuk banyak-banyak mentadabburi firman Alloh Azza wa Jalla : “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu”[18], karena sesungguhnya di dalam ayat ini –demi Alloh- terdapat suatu kalimat yang agung dan janji yang benar dari Yang Maha Merajai, Maha Berkehendak dan Maha Mulia apabila engkau bersabar di dalam memerangi musuhmu dan berjihad untuk menghinakan mereka dengan tetap menegakkan takwa kepada Alloh Azza wa Jalla, yaitu dengan mengagungkan-Nya Subhanahu, mengikhlaskan (semua amal) hanya untuk-Nya, menta’ati-Nya dan Rasul-Nya serta berhati-hati dari hal-hal yang dilarang-Nya dan Rasul-Nya, maka inilah hakikat takwa. Dan bersabar di dalam jihad an-Nafsi (melawan hawa nafsu) dan terus bersabar di dalam jihad terhadap musuh-musuh (Alloh) adalah merupakan bagian dari takwa itu sendiri…
Keutamaan Para Mujahidin di Sisi Alloh
Bertakwalah kalian kepada Alloh wahai sekalian kaum muslimin dan mujahidin di medan pertempuran dan di mana saja kalian berada… bersabarlah dan kuatkan kesabaran kalian di dalam jihad terhadap jiwa kalian di dalam ketaatan kepada Alloh dan menahan diri dari apa yang diharamkan Alloh, dan jihad terhadap jiwa kalian di dalam memerangi musuh dan menyerang sekutu-sekutu mereka, dan bersabarlah di dalam mengemban kesulitan-kesulitan di tengah medan pertempuran dengan ketenangan di bawah kelebatan pesawat-pesawat tempur dan suara-suara yang memekikkan, dan ingatlah bahwa para salaf kalian yang shalih dari kalangan para Nabi dan Rasul serta para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam –semoga Alloh meridhai mereka semua- serta siapa saja dari para pengikut mereka dari mujahidin yang jujur, pada mereka ada tauladan untuk kalian, dan pada mereka terdapat pelajaran dan ‘ibrah.
Mereka sungguh telah banyak bersabar dan berjihad dalam waktu yang panjang, maka Alloh membukakan atas mereka negeri-negeri dan memberi petunjuk kepada hamba-hamba Alloh melalui perantaraan mereka, Alloh kokohkan mereka di atas bumi dan Alloh anugerahkan kepada mereka kekuasaan dan kepemimpinan dikarenakan keimanan mereka yang agung, keikhlasan mereka kepada pelindung mereka Yang Maha Mulia, kesabaran mereka di dalam medan pertempuran dan mereka lebih mendahulukan Alloh dan negeri akhirat ketimbang dunia dan segala perhiasannya yang menipu.
Sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla di dalam Kitab-Nya yang mulia : “Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” dan firman-nya Jalla Sya’nuhu : “Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.”.
Dan telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwasanya beliau bersabda : “Ribath (berjaga-jaga di perbatasan perang) sehari di jalan Alloh itu lebih mulia daripada dunia dan seisinya, suatu tempat bagian salah seorang diantara kalian di surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan perginya seorang hamba di sore atau pagi hari di jalan Alloh itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”
Dan telah shahih pula dari beliau bahwasanya beliau ditanya : “Amal apakah yang paling utama?”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab : “Iman kepada Alloh dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa wahai Rasulullah?”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab : “Jihad di jalan Alloh.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Perumpamaan seorang mujahid di jalan Alloh –dan Allohlah yang lebih tahu siapakah yang berjihad di jalan-Nya- adalah sebagaimana orang yang berpuasa dengan berdiri, dan Alloh menanggung bagi seorang mujahid di jalan-Nya apabila Ia mewafatkannya maka Ia masukkan dirinya ke dalam surga atau Ia kembalikan ia dalam keadaan selamat dengan pahala dan harta rampasan perang.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Barangsiapa yang mati dan tidak pernah berperang ataupun terbetik di dalam dirinya untuk berperang, maka ia mati di atas cabang kemunafikan.”
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam amalan apakah yang sepadan dengan keutamaan jihad, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda kepada penanya tadi : “Apakah engkau sanggup apabila seorang mujahid keluar kemudian berpuasa tidak berbuka dan berdiri terus tanpa lelah.” Penanya itu berkata : “Siapakah gerangan yang sanggup melakukan hal itu wahai Rasulullah?”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab : “Adapun seandainya engkau pun mampu melaksanakannya, tetaplah tidak mencapai keutamaan mujahidin.”
Iman, Kewaspadaan dan I’dad (Persiapan) Kekuatan yang Disanggupi
Bertakwalah kalian wahai sekalian kaum muslimin, dan jujurlah di dalam berjihad melawan musuh-musuh Alloh dan musuh kalian dari bangsa Yahudi dan sekutu-sekutu mereka. Introspeksilah diri kalian dan bertaubatlah kepada Rabb kalian atas segala hal yang menyelisihi dien Islam dari mabda’ (prinsip), aqidah dan perbuatan. Berbuat jujurlah ketika di medan pertempuran, dan dahulukanlah Alloh dan negeri akhirat. Dan ketahuilah bahwa pertolongan yang nyata dan akibat yang terpuji bukanlah hanya untuk bangsa Arab saja tanpa orang ‘ajam (non Arab), ataupun untuk bangsa ‘ajam saja bukan untuk orang Arab. Juga bukan pula untuk bangsa berkulit putih saja tanpa bangsa kulit hitam dan sebaliknya. Akan tetapi, pertolongan itu dengan izin Alloh adalah milik orang-orang yang bertakwa kepada-Nya dan mengikuti petunjuk-Nya, milik orang yang berjihad melawan nafsunya di jalan Alloh dan orang yang melawan musuh-Nya dengan kekuatan yang disanggupinya. Sebagaimana Pelindung (Maula) mereka memerintahkan hal ini di dalam firman-Nya Azza wa Jalla : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” dan firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu” serta Dia Azza wa Jalla menyeru Rasul yang terpercaya ‘alaihi Afdholu as-Sholati was Salam : “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat),, Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu”.
Renungkanlah wahai saudaraku, perintah Alloh kepada hamba-Nya ini untuk bersiap-siap melawan musuh mereka dengan apa saja yang mereka sanggupi dari kekuatan, kemudian renungkan pula perintah-Nya kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan kaum mukminin tatkala peperangan melawan musuh berkecamuk dan dekat dengan mereka, supaya mereka tetap menegakkan sholat dan menyandang senjata. Dan bagaimana Alloh Subhanahu mengulang perintahnya untuk memanggul senjata dan tetap waspada supaya musuh mereka tidak menyerang mereka tatkala mereka sedang sholat, agar engkau tahu dengan demikian ini bahwa wajib bagi mujahidin -baik pimpinan maupun prajurit- untuk tetap menaruh perhatian terhadap musuh dan supaya waspada dari kejahatan mereka. Juga supaya mereka bersiap-siap dengan kekuatan apa saja yang mereka sanggupi, dan tetap menegakkan sholat dan menjaganya dengan tetap bersiap siaga di saat sedang melaksanakannya (sholat) tatkala perang berkecamuk dan ketika diperlukan.
Di dalam hal ini, tercakup antara sebab hissiyah (inderawi/materi) dan ma’nawiyah (spirituil), dan ini merupakan kewajiban bagi mujahidin di setiap zaman untuk bersifat dengan akhlak imaniyah, dan beristiqomah di dalam ketaatan kepada Rabb mereka serta meyakini bahwasanya pertolongan berada di tangan-Nya bukan pada selainnya. Dan ini merupakan sebab yang pertama, asas yang kokoh, pokok yang agung, poros berputarnya pertolongan dan asasnya keberhasilan dan kemenangan. Dan ini merupakan sebab ma’nawi yang Alloh mengkhususkan bagi hamba-hamba-Nya yang mukminin yang Alloh bedakan dari lainnya serta Alloh janjikan dengan pertolongan apabila mereka menegakkannya bersama dengan sebab kedua (sebab materi, pent.) sebatas kemampuannya, yaitu persiapan (i’dad) mereka di dalam melawan musuh mereka dengan apa yang mereka sanggupi dari kekuatan dan inayah yang berkaitan dengan peperangan. Dan juga bersabar dan tetap di dalam kesabaran di medan peperangan dengan senantiasa waspada akan tipu daya musuh.
Dengan dua perkara ini (sebab ma’nawi dan hissi/materi, pent.) maka akan terwujudlah pertolongan dari Rabb mereka Azza wa Jalla sebagai keutamaan, kemuliaan, rahmat dan kebaikan dari-Nya serta pemenuhan janji-Nya dan pertolongan terhadap kelompok-Nya.
Sebagaimana firman-Nya Azza wa Jalla : “dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” dan firman-Nya Ta’ala : “jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”.
Menang Atau Syahid
Wahai mujahid! Engkau sesungguhnya sedang berada di peperangan yang dahsyat bersama musuh yang memiliki kedengkian yang luar biasa terhadap Islam dan pemeluknya. Maka mantapkanlah dirimu di dalam berjihad dan bersabarlah serta tetaplah di dalam kesabaran. Ikhlaskanlah amalmu hanya untuk Alloh dan mintalah pertolongan hanya kepada-Nya semata. Dan bergembiralah dengan salah satu dari dua kebaikan apabila engkau benar dengan hal yang demikian ini, yaitu kemenangan, ghanimah dan akibat yang terpuji di dunia dan akhirat, atau syahid, tempat yang penuh kenikmatan, istana yang megah, sungai-sungai yang mengalir dan bidadari yang cantik jelita di negeri yang mulia.
Wahai bangsa Arab, janganlah kau menyangka bahwa pertolongan atas musuhmu terkait karena kearabanmu, namun sesungguhnya pertolongan itu terkait karena keimananmu kepada Alloh, kesabaranmu di medan pertempuran, keistiqomahanmu di dalam kebenaran, taubatmu dari dosa-dosamu yang terdahulu dan keikhlasanmu kepada Alloh pada seluruh amal-amalmu. Maka berisitiqomahlah kamu pada hal ini (keikhlasan) dan berpegangteguhlah dengan Islam yang shahih yang hakikatnya adalah pengikhlasan hanya untuk Alloh, istiqomah di atas syariat-syariat-Nya dan meniti petunjuk Rasul dan Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam di dalam peperangan, perdamaian ataupun pada seluruh keadaan…
[Disarikan dari artikel yang berjudul Mauqifu al-Yahud minal Islam wa Fadhlu al-Jihaad fi Sabilillahi, karya al-Imam Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu, dalam Majalah al-Asholah, no. 30, th. V, hal. 45-58.]
READ MORE - Marilah berjihad

Selasa, 06 Oktober 2009

Karena banyak teman-teman yang bertanya tentang :1. Ciri-ciri gempa berpotensi tsunami2. Kenapa masih berusaha, padahal tsunami itu kan takdir dari Allahmaka aku akan jawab sesuai dengan kapasitas keilmuanku dan kelembagaanku. Terimakasih untuk pertanyaannya.Jawaban:Prolog:Walaupun definisi bencana yang ditentukan oleh lembaga PBB adalah : suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba ataupun perlahan-lahan, disebabkan oleh alam ataupun campur tangan manusia, mengakibatkan kehilangan nyawa dan harta benda serta berubahnya fungsi sosial, dan hal tersebut tidak mampu diatasi oleh sekelompok manusia pada sebuah daerah.Tapi aku punya definisi yang lebih sederhana Bencana = kegagalan manusia beradaptasi dengan tanda-tanda yang diberikan Tuhan melalui alam / Kegagalan manusia beradaptasi dengan fenomena alamKenapa demikian?Kalau manusia bisa mempelajari tanda-tanda alam, maka manusia akan belajar lebih jauh lagi bagaimana cara menyikapinya. Jika cara menyikapinya benar, maka tidak akan pernah ada yang namanya BENCANA ALAM.Sederhana. Contoh : Situ Gintung. Pelajaran I : Lokasi Situ lebih tinggi dari kompleks perumahan - pasti ini termasuk bahaya yang berpotensi menjadi bencana suatu saat. Manusia yang paham, tidak akan bermukim di sana, apalagi sampai menimbun SituPelajaran II : Sudah terlihat retakan dan sudah dilaporkan berkali-kali kepada pemerintah tapi tidak disikapi dengan seksama. Jika cepat diantisipasi, tidak akan terjadi BENCANAatau yang lebih sederhana lagi...Pada sebuah daerah aliran sungai, tidak ada kehidupan selain kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan liar di sana. Suatu saat jika sungai meluap dan terjadi banjir, walaupun banyak areal yang digenangi.. maka manusia tidak menyebutnya sebagai BENCANA. Nah, berarti benar kan? Kalau manusia memberi istilah bencana untuk hal-hal yang merugikan manusia itu sendiri? Udahlah berkontribusi buat kerusakan alam eh ALAM pula yang DISALAHKAN :)Hehehe.. moga ga ada yang protes aku nulis gini.INI JAWABAN buat KEDUA PERTANYAAN DI ATASOk, lanjut. Risiko bencana = Bahaya x kerentanan --------------------------kemampuanNtar klo ga ngerti, boleh nanya kok. Jadi, artinya .. jika kerentanan dikurangi dan kemampuan ditingkatkan, maka risiko bencana bisa diminimalkan.Nah, sekarang... mengapa kita harus bersiap ? Bukankah bencana itu takdir ?Hey... siapa bilang? Tuhan itu Maha Baik lo... Manusia aja yang ga mau belajar. Sudah dikasih ilmunya bahwa fenomena alam itu punya siklus tapi tetap aja ga ngerti.Galodo.... di tempat yang sama terjadi pengulangan, siklusnya antara 30-40 tahun. Tanya deh penduduk setempat klo ga percaya.Trus, gempa... selalu terjadi pengulangan di tempat yang sama. Siklusnya berbeda-beda di tiap daerah, ada yang 50 tahun, ada yang 100 tahun, ada yang 30 tahun. Coba deh buka lagi catatan sejarah bencana di daerah masing-masing.Nah, lagi-lagi.. kelalaian manusia itu belajarlah yang bikin manusia (kita-kita ini) terkena bencana.Jepang... belajar dari siklus gempa dan tsunami yang pernah mereka alami membuat mereka lebih bagus dalam perencanaan. Pembangunan pun sudah terintegrasi dengan pengurangan risiko bencana, seperti : pendirian bangunan sesuai dengan building code (yang telah disesuaikan dengan kerawanan gempa di sana) .. ssst... Indonesia katanya udah punya, tapi belum diterapkan :)Nah gitu juga dengan Tsunami, pengulangannya bisa ratusan tahun.Lagi-lagi Tuhan ngasih tanda-tanda... Ga percaya?Belajar donk dari penduduk Simeulue yang pernah terkena tsunami pada tahun 1907, yang artinya dah banyak yang wafat lo nenek moyang yang jadi saksi tsunami.. tapi kenapa hanya 7 orang dari 78.000 penduduknya yang tewas pada tsunami 26 Desember 2004? Itupun yang berada di laut lebih dekat ke pantai.Karena.... nenek moyangnya mau mendidik generasi penerusnya dan generasi penerusnya mau belajar dari nenek moyangnya.Coba deh ke simeulue, tanya semua orang di sana. Pasti mereka tahu cerita tentang Smong 07. Mereka menyebut tsunami dengan SMONG.Dari mulut ke mulut, generasi ke generasi, bahkan ke pendatangpun cerita tentang tsunami 1907 diteruskan tanpa bosan-bosan. Sederhana saja caranya, tidak mahal! Caranya cuma bercerita di rumah masing-masing, di kedai-kedai, dimanapun mereka berada.Isi ceritanya :Dulu pernah terjadi gelombang besar (smong) pada tahun 1907. Ada gempa besar sebelumnya, kemudian laut surut. Nah, jika itu terjadi lagi... kemasi barang-barang dan larilah ke bukit.Simpel banget kan? Tapi dampaknya... luar biasa!! Itu dinamakan kebijakan lokal Gempa besar bisa dijadikan salah satu pertanda untuk terjadi tsunamiKhususnya bagi wilayah-wilayah yang terletak di dekat pertemuan lempeng bumi (zona subduksi)contoh : wilayah pesisir Sumbar, dimana pertemuan lempeng Indo Australia dan Eurasia berada kurang lebih 170 km dari kota Padang. Maka, jika terjadi pergeseran lempeng... akan berakibat terasa getaran yang dinamakan GEMPA!Beda halnya dengan Sri Lanka atau Maldive yang sama sekali tidak punya sumber gempa (secara geologis), jadi mereka akan sangat bergantung sekali dengan peralatan peringatan dini, karena mereka masih punya waktu! Biar tidak terjadi kesalahpahaman.TSUNAMI pasti didahului oleh peristiwa gempa bumi di laut (bedanya : terasa atau tidak terasa, tergantung pada jarak daerah yang akan terkena dampak)tapi TIDAK SIAP GEMPABUMI menyebabkan TSUNAMINah, karena Sumatera Barat berada dekat sekali dengan pertemuan lempeng, tentu saja akan merasakan gempa. CIRI-CIRI GEMPA BERPOTENSI TSUNAMI untuk WILAYAH PESISIR SUMBAR, sebagai berikut :1. Gempanya sangat kuat (manusia tidak bisa berdiri seimbang)Kenapa ? Jawabnya : bayangkan lempeng bumi dengan ketebalan 40-60 km masing-masingnya yang bertumbukan. Hebat kan benturannya?2. Berlangsung lama tanpa jeda (satu menit atau lebih)Kenapa ? Karena setelah berbenturan, pastinya lempeng tidak akan langsung diam. Penggaris aja habis dibengkokkan akan bergetar untuk sekian lama sampai stabil kembali3. Struktur bangunan (terutama yang berada di daerah pantai) akan mengalami kerusakan atau runtuhstruktur bangunan : kolom-kolom, tiang penyangga Jika ketiga ciri ini yang terjadi, maka :SEGERA EVAKUASI (lebih baik berjalan kaki). Ikuti langkah-langkah berikut:1. Matikan listrik, gas 2. Ambil tas siaga yang telah dipersiapkan dari sekarang. Isinya : makanan instan, minuman, dokumen penting, obat-obatan, pakaian, senter + baterai, radio + baterai3. Kunci dan tinggalkan rumah menuju daerah > 3 km dari pantai atau ketinggian> 10 meter dari permukaan laut (hindari gendung dalam radius 500 meter dari pantai)Dengarkan informasi melalui radio, karena akan ada arahan dari pemerintah, tentang : sumber gempa, apakah berpotensi tsunami atau tidak, serta informasi lainnya3. Jika informasi yang diterima bahwa gempa berasal dari darat : boleh kembali ke rumahgempa berasal dari laut dan berpotensi tsunami : lanjutkan evakuasigempa berpotensi tsunami dan kemudian dibatalkan : boleh kembali ke rumah4. Jika terjadi tsunami, bertahanlah di daerah aman selama 4 jam minimumMaka, dari sekarang:Buatlah perencanaan keluarga, karena aktifitas anggota keluarga pasti berbeda-bedaIngat! Salah satu penyebab jatuhnya banyak korban di Aceh adalah karena SALING MENCARIBapak yang sudah berada di daerah aman pulang ke rumah untuk mencek keluarga... maka seharusnya dia bisa selamat, tapi malah ikut jadi korban.Caranya :Diskusikan tempat aman yang akan dituju oleh masing-masing anggota keluargamisal : anak akan ikut arahan dari guru (karena 60 sekolah telah dilatih di kota Padang)Nah kalau terjadi tsunami, semua anggota keluarga akan berkumpul di IAIN Imam Bonjol Lb. Lintah 5 jam setelah terjadi gempa atau selambat-lambatnya 10 jam setelah terjadi gempa.Masih mau nanya kenapa kita harus bersiap?Waduh...waduh.... Takdir itu adalah ketika ikhtiar kita dah semaksimal mungkin... nah akhirnya mati juga, itu baru dinamakan takdir.Kan tsunami ga ada tanda-tandanya ? Lha kan udah dijelasin tadi.Air laut itu baru akan dibangkitkan beberapa menit setelah "slip" nya lempeng memberi pengaruh pada permukaan air. Nah, untuk wilayah Sumbar ... waktunya yang diskenariokan melalui pemodelan adalah 20-30 menit!berarti : KITA MASIH PUNYA WAKTU UNTUK MENYELAMATKAN DIRI dalam RENTANG WAKTU 20 - 30 MENIT!Bukankah kalau Tuhan sudah berkehendak, harusnya kita pasrah?Oh ya? Kenapa harus pakai payung kalau hujan ? Harusnya pasrah aja buat basahKenapa harus ke dokter kalau sakit? Harusnya pasrah aja donk, karena Tuhan sudah berkehendak.TOTALLY WRONG! Salah besar dalam mengartikan takdir.Nabi Nuh aja masih bikin kapal besar kok! Tuh pelajaran langsung dari TuhanTrus, Nabi Muhammad - Rasulullah SAW aja masih bikin parit kok untuk bertahan dari serangan musuhMau beralasan apa lagi?Maka, BUDAYA SIAGA BENCANA harus tumbuh pada diri masing-masingUdah ga jamannya membiarkan korban tewas trus baru berlomba-lomba kasih bantuan. Itu paradigma lama... lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa sekali!Kalau masih ada pertanyaan lanjutan, silakan email ke kogami_indonesia@yahoo.comterimakasihPS. Mohon maaf kalau tidak berkenan dan bahasanya juga bahasa buat teman-teman, jadi buat Bapak-bapak ... maaf ya, ini cuma cc aja :). Mohon masukan juga kalau ada yang salah.Eh ada yang kelupaan :GEMPA TIDAK BISA DIRAMALKAN, JADI JANGAN PERCAYA ISU TENTANG TANGGAL TSUNAMI !(tau kan nyambunginnya?)Teman-teman telah ikut dalam usaha KESIAPSIAGAAN apabila ikut menyebarkan informasi ini kepada teman-teman yang lain .... Relawan jarak jauh, mungkin sekali kan? Terimakasih untuk kepedulian kita semua :)MARI BANGUN BUDAYA SIAGA BENCANA ! Sebagai wujud syukur atas kehidupan yang diberikan Allah untuk kita
READ MORE -

Minggu, 27 September 2009

Asslamu'alaikum, Wr.Wb
salam sejahtera kepada kita semuanya...
kepada saudara/i yang membaca atau membuka blog ini.marilah kita minta bersama kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mengutuk para koruptor yang ada di negeri tercinta ini agar bangsa ini selamat dari semua marabahaya. kalau perlu berlakukan hukuman mati kepada mereka seperti yang berlaku di china. kepada KPK, kok bisanya anda menyalahguanaknan wewenang yg diamanatkan kepada anda,anda mau memberantas korupsi, tp anda sendiri pelaku korupsi. anda lihat sendiri rakyat apa yang mau mereka korupsi, mereka hanya menginginkan keadilan saja no more. saya tau yang duduk sbg pejabat di sana ambisi kalian hanya uang dan uang, tak ubahnya kalian seperti beruang...
READ MORE -
Halal bihalal merupakan tradisi khas masyarakat

Indonesia. Sebuah tradisi yang meniscayakan

beberapa tahapan, yaitu menahan amarah, memberi

maaf, dan berbuat baik terhadap orang yang

bersalah.


Al-Quran adalah kitab rujukan untuk memperoleh

petunjuk dan bimbingan agama. Ada tiga cara

yang diperkenalkan ulama untuk memperoleh pesan

-pesan kitab suci itu. Petama, melalui

penjelasan Nabi Saw., para sahabat beliau, dan

murid-murid mereka. Hal ini dinamai tafsir bir

-riwayah. Kedua, melalui analisis kebahasaan

dengan menggunakan nalar yang didukung oleh

kaidah-kaidah ilmu tafsir. Ini, dinamai tafsir

bid-diriyah. Ketiga, melalui kesan yang

diperoleh dari penggunaan kosa kata ayat atau

bilangannya, dinamai tafsir bir-riwayah.

Kajian ini akan mencoba mencari substansi halal

bihalal melalui al-Quran dengan menitikberatkan

pandangan pada cara yang ketiga. Untuk maksud

tersebut, tulisan ini akan berpangkal tolak pada

beberapa istilah yang lumrah digunakan dalam

konteks halal bihalal, yaitu Idul Fitri, halal

bihalal, dan Minal ‘Aidin wal-Faizin.

Kata halal dari segi hukum diartikan sebagai

sesuatu yang bukan haram; sedangkan haram

merupakan perbuatan yang mengakibatkan dosa dan

ancaman siksa.

Hukum Islam memperkenalkan panca hukum yaitu

wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Empat

yang pertama termasuk kelompok halal (termasuk

yang makruh, dalam arti, yang dianjurkan untuk

dtinggalkan). Nabi saw. bersabda, “Abghadu al-

halal ila Allah, ath-thalaq” (Halal yang paling

dibenci Allah adalah pemutusan hubungan suami-

istri).

Jikalau halal bihalal diartikan dalam konteks

hukum, hal itu tidak akan menyebabkan lahirnya

hubungan harmonis antarsesama, bahkan mungkin

dalam beberapa hal dapat menimbulkan kebencian

Allah kepada pelakunya. Karena itu, sebaiknya

kata halal pada konteks halal bihalal tidak

dipahami dalam bihalal pengertian hukum.

Dalam al-Quran, kata halal terulang sebanyak

enam kali. Dua di antaranya pada konteks

kecaman, yaitu:

Katakanlah, ”Terangkanlah kepadaku tentang

rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu

jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya)

halal. Apakah Allah telah memberikan izin

kepadamu ataukah kamu mengada-adakan saja

terhadap Allah?” (QS Yunus [10]: 59)

Janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang

disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, “Ini

halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan

kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-

orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap

Allah tidaklah beruntung. (itu adalah)

kesenangan sementara yang sedikit, dan bagi

mereka siksa yang pedih (QS AL-Nahl [16]: 116-

117).

Kesan apakah yang dapat diperoleh dari ayat ini?

Paling tidak, terdapat kecaman terhadap mereka

yang mencampurbaurkan antara yang halal dan

haram. Jika yang mencampurbaurkan saja telah

dikecam dan diancam dengan siksa yang pedih,

lebih-lebih lagi orang yang seluruh aktivitasnya

adalah haram.

Empat halal lainnya yang tersebut dalam al-Quran

mempunyai dua ciri yang sama, yaitu dikemukakan

dalam konteks perintah makan (kulu) dan Kata

halal digandengkan dengan kata thayyibah (baik).

Perhatikan keempat ayat berikut:
1. Kuluu mimma fil ardhi halalan thayyiban

(Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi) (QS. Al-Baqarah [2]: 168);

2. Wakuluu mimma razaqakumullah halalan

thayyiban…(Dan makanlah makanan yang halal lagi

baik, dari apa yang Allah telah rezekikan

kepadamu) (QS. Al-Ma’idah [5]: 88);

3. Fakuluu mimma ghanimtum halalan

thayyibaan (Maka makanlah dari sebagian rampasan

perang yang telah kamu ambil itu) (QS. Al-Anfaal

[8]: 69);

4. Fakuluu mimma razaqakumullahu halalan

thayyiban (Maka makanlah halal lagi baik dari

rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu) (QS.

An-Nahl [16]: 114).

Kata makan dalam al-Quran sering diartikan

“melakukan aktivitas apapun.” Ini agaknya

disebabkan karena makan merupakan sumber utama

perolehan kalori yang dapat menghasilkan

aktivitas. Dengan demikian, perintah makan dalam

ayat-ayat di atas bermakna perintah melakukan

aktivitass, sedangkan aktivitasnya tidak sekedar

halal, tetapi juga harus thayyib (baik). Nah,

jika dikembalikan pada empat jenis halal yang

diperkenalkan oleh hukum Islam, maka yang makruh

tidak termasuk dalam kategori halalan thayyiban.

Al-Quran menyatakan secara tegas cinta Allah

(Innallaha yuhib) sebanyak delapan belas kali,

yang dapat dirinci sebagai berikut:

- Masing-masing sekali untuk at-tawabin

(orang yang bertobat), ash-shabirin (orang-orang

sabar) dan shaffan wahida (orang yang berada

dalam satu barisan/kesatuan);

- Masing-masing dua kali terhadap al-

mutawakkilin (orang yang berserah diri kepada

Allah) dan al-mutathahirin (orang-orang yag

menyucikan diri);

- Masing-masing tiga kali terhadap al-

muttaaqin (orang-orang yang bertaqwa) dan al-

muqsithin ( orang yang berlaku adil), dan lima

kali terhdap al-muhsinin.


Kesan yang ditimbulkan oleh angka-angka itu

paling tidak mengisyaratkan bahwa sikap yang

paling disenangi oleh Allah adalah al-muhsinin

(orang-orang yang berbuat baik terhadap mereka

yang pernah melakukan kesalahn). Hal ini sesuai

sekali dengan perintah al-Quran untuk melakukan

perbuatan halal yang baik, tidak sekedar

perbuatan halal (boleh, tetapi tidak

menghasilkan kebaikan).

Dalam al-Quran surat Ali-‘Imran ayat 134

diisyaratkan tingkat-tingkat terjalinnya

keserasian hubungan;

Mereka yang menafkahkan hartanya, baik pada saat

keadaan mereka senang (lapang) maupun sulit, dan

orang-orang yang menahan amarahnya, dan

memaafkan orang-orang yang bersalah (bahkan

berbuat baik terhadap mereka). Sesungguhnya

Allah menyukai mereka yang berbuat baik

(terhadap orang yang bersalah).

Di sini terbaca bahwa tahap pertama adalah

menahan amarah, tahap kedua memberi maaf, dan

tahap berikutnya adalah berbuat baik terhadap

orang yang bersalah.

Demikian sedikit dan banyak kesan yang dapat

diperoleh dari ayat-ayat al-Quran berkaitan

dengan halal-bihalal/maaf memaafkan.


READ MORE -

Rabu, 23 September 2009

Mencari Pegawai Yang Ideal

Islam sudah menetapkan kepada umatnya suatu pola kehidupan yang bersifat kelompok. Islam telah mendidik umatnya untuk hidup secara bersama dalam membangun kekuatan. Untuk mewujudkan kekuatan bersama tersebut, maka Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki struktur kekuasaan dan kepemimpinan. Dan struktur kepempinan ini bisa tangguh bila di dalamnya terdapat aparatur yang baik dan benar. Seorang pemimpin sehebat apapun dia, tidaklah akan bisa menjalankan roda pemerintahanya dengan baik, jika tidak didukung oleh aparatur yang tangguh. Di sinilah pentingnya menetapkan standar rekrutmen pegawai agar menghasilkan aparatur pemerintahan yang baik dan benar serta tangguh.
Allah swt. melalui wahyu-Nya telah mengajarkan manusia tata cara memilih pegawai yang baik untuk mendapatkan aparatur yang baik dan tangguh. Kriteria pegawai yang ideal itu menurut al-Qur’an seperti dikisahkan dalam surat al-Qashasah [28]: 26
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Ayat di atas bercerita tentang kisah nabi Musa as. yang lari dari Mesir menghindari kekuatan lalim Fir’aun dan tentaranya, hingga dia sampai ke suatu negeri yang bernama Madyan. Di negri itu, dia mendapatkan penduduknya sedang kesusahan mendapatkan air. Di sana terdapat sebuah sumber mata air, akan tetapi, tertutup oleh sebuah batu besar. Nabi Musa as. kemudian membantu penduduknya untuk mengangkat batu itu.
Setelah batu terangkat, semua penduduk negeri itu berdesakan mengambil air untuk minum mereka dan ternak mereka. Ketika itulah, nabi Musa as. melihat dua orang gadis yang ikut berdesakan mengambil air bersama kerumunan laki-laki yang kuat.
Nabi Musa as. kemudian merasa kasihan, lalu membantu kedua wanita itu mengambil air. Sehingga, atas bantuan Musa as. kedua wanita itu bisa mendapatkan air dengan mudah, tanpa harus berdesakan dan mengalami kesusuhan.
Kedua wanita itu kemudian menceritakan perihal Musa kepada ayahnya, nabi Syu’iab. Nabi Syu’aib kemudian memerintahkan puterinya itu untuk memanggil Musa dan menemuinya. Dalam perjalananan ke rumah nabi Syu’aib, nabi Musa berjalan di belakang wanita itu. Tiba-tiba angin menghembus kain salah seorang gadis itu, hingga betisnya kelihatan oleh Musa. Musa as. mengucapkan kalimat istighfâr, kemudian meminta perempuan itu untuk berjalan di belakangnya, seraya memberikan petunjuk kepadanya tentang arah jalan yang mesti diikuti. Begitulah selanjutnya, hingga Musa as. dan kedua puteri Syu’aib sampai di rumah dan menemui ayah mereka.
Sesampainya di rumah, salah satu puteri nabi Syu’aib berkata kepada ayahnya agar menjadikan Musa pegawai mereka. Alasan yang dikemukakan puteri nabi Syu’aib ada dua; kuat dan jujur. Mereka melihat bahwa nabi Musa adalah orang yang sangat kuat. Kemudian mereka juga melihat Musa sebagai orang yang bisa dipercaya karena kejujuranya. Dua alasan inilah yang menjadi kriteria Syu’aib untuk menjadikan Musa sebagai pegawainya, dan bahkan kemudian menjadi menantunya.
Oleh karean itu, jika sebuah instansi, perusahaan, lembaga tertantu dan sebagainya, ingin menerima dan mengangkat seorang pegawai, maka dua hal inilah yang mesti menjadi tolak ukurnya. Seorang calon pegawai mestilah seorang yang cakap, ahli, propesional, disiplin, tangguh dan memiliki kemampuan dalam bidang tersebut. Janganlah menerima pegawai yang tidak memiliki keahlian di dalam bidang yang hendak di tempatkan. Karena, hal itu bukannya akan membawa kebaikan, namun akan mendatangkan bencana dan kehancuran.
Akan tetapi, modal kecakapan, kehalian, profesional, disiplin serta ketangguhan tidaklah cukup. Seorang calon pegawai yang akan diterima haruslah orang yang memiliki kejujuran. Pegawai yang pintar dan ahli belum tentu akan mendatangkan kebaikan, jika tidak memiliki kejujuran. Bahkan, kehancuran dan kebinasaan seringkali disebabakan oleh aparatur yang ahli dan pintar, namun tidak memiliki kejujuran.
Bangsa Indonesia, agaknya memiliki aparatur negara yang cukup hebat, pintar, ahli dan tangguh. Rata-rata aparatur negara di Indonesia adalah lulusan sarjana, mulai dari Diploma, Strata 1, 2, bahkan ada yang doktor dan profesor. Akan tetapi, kenapa negara kita masih terpuruk dan memprihatinkan? Alasanya, adalah karena aparatur negara kekurangan dalam sisi kejujuran. Inilah salah satu hal yang membawa kehancuran Indonesia.
Oleh karean itulah, kata al-qawiy (kuat), langsung diiringi dengan kata al-amin (jujur), tanap dipisah oleh satu pemisah semisal huruf waw (dan). Hal itu berarti, bahwa antara kecakapan dan kejujuran adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan dalam kriteria memilih dan menerima calon pegawai. Keduanya haruslah menyatu dalam diri seorang calon aparatur negara. Semoga ini bisa menjadi pedoman kita dalam merekrut calon pegawai yang akan mengurus negara ini. Amin
READ MORE -
Mencari Pegawai Yang Ideal

Islam sudah menetapkan kepada umatnya suatu pola kehidupan yang bersifat kelompok. Islam telah mendidik umatnya untuk hidup secara bersama dalam membangun kekuatan. Untuk mewujudkan kekuatan bersama tersebut, maka Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki struktur kekuasaan dan kepemimpinan. Dan struktur kepempinan ini bisa tangguh bila di dalamnya terdapat aparatur yang baik dan benar. Seorang pemimpin sehebat apapun dia, tidaklah akan bisa menjalankan roda pemerintahanya dengan baik, jika tidak didukung oleh aparatur yang tangguh. Di sinilah pentingnya menetapkan standar rekrutmen pegawai agar menghasilkan aparatur pemerintahan yang baik dan benar serta tangguh.
Allah swt. melalui wahyu-Nya telah mengajarkan manusia tata cara memilih pegawai yang baik untuk mendapatkan aparatur yang baik dan tangguh. Kriteria pegawai yang ideal itu menurut al-Qur’an seperti dikisahkan dalam surat al-Qashasah [28]: 26
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Ayat di atas bercerita tentang kisah nabi Musa as. yang lari dari Mesir menghindari kekuatan lalim Fir’aun dan tentaranya, hingga dia sampai ke suatu negeri yang bernama Madyan. Di negri itu, dia mendapatkan penduduknya sedang kesusahan mendapatkan air. Di sana terdapat sebuah sumber mata air, akan tetapi, tertutup oleh sebuah batu besar. Nabi Musa as. kemudian membantu penduduknya untuk mengangkat batu itu.
Setelah batu terangkat, semua penduduk negeri itu berdesakan mengambil air untuk minum mereka dan ternak mereka. Ketika itulah, nabi Musa as. melihat dua orang gadis yang ikut berdesakan mengambil air bersama kerumunan laki-laki yang kuat.
Nabi Musa as. kemudian merasa kasihan, lalu membantu kedua wanita itu mengambil air. Sehingga, atas bantuan Musa as. kedua wanita itu bisa mendapatkan air dengan mudah, tanpa harus berdesakan dan mengalami kesusuhan.
Kedua wanita itu kemudian menceritakan perihal Musa kepada ayahnya, nabi Syu’iab. Nabi Syu’aib kemudian memerintahkan puterinya itu untuk memanggil Musa dan menemuinya. Dalam perjalananan ke rumah nabi Syu’aib, nabi Musa berjalan di belakang wanita itu. Tiba-tiba angin menghembus kain salah seorang gadis itu, hingga betisnya kelihatan oleh Musa. Musa as. mengucapkan kalimat istighfâr, kemudian meminta perempuan itu untuk berjalan di belakangnya, seraya memberikan petunjuk kepadanya tentang arah jalan yang mesti diikuti. Begitulah selanjutnya, hingga Musa as. dan kedua puteri Syu’aib sampai di rumah dan menemui ayah mereka.
Sesampainya di rumah, salah satu puteri nabi Syu’aib berkata kepada ayahnya agar menjadikan Musa pegawai mereka. Alasan yang dikemukakan puteri nabi Syu’aib ada dua; kuat dan jujur. Mereka melihat bahwa nabi Musa adalah orang yang sangat kuat. Kemudian mereka juga melihat Musa sebagai orang yang bisa dipercaya karena kejujuranya. Dua alasan inilah yang menjadi kriteria Syu’aib untuk menjadikan Musa sebagai pegawainya, dan bahkan kemudian menjadi menantunya.
Oleh karean itu, jika sebuah instansi, perusahaan, lembaga tertantu dan sebagainya, ingin menerima dan mengangkat seorang pegawai, maka dua hal inilah yang mesti menjadi tolak ukurnya. Seorang calon pegawai mestilah seorang yang cakap, ahli, propesional, disiplin, tangguh dan memiliki kemampuan dalam bidang tersebut. Janganlah menerima pegawai yang tidak memiliki keahlian di dalam bidang yang hendak di tempatkan. Karena, hal itu bukannya akan membawa kebaikan, namun akan mendatangkan bencana dan kehancuran.
Akan tetapi, modal kecakapan, kehalian, profesional, disiplin serta ketangguhan tidaklah cukup. Seorang calon pegawai yang akan diterima haruslah orang yang memiliki kejujuran. Pegawai yang pintar dan ahli belum tentu akan mendatangkan kebaikan, jika tidak memiliki kejujuran. Bahkan, kehancuran dan kebinasaan seringkali disebabakan oleh aparatur yang ahli dan pintar, namun tidak memiliki kejujuran.
Bangsa Indonesia, agaknya memiliki aparatur negara yang cukup hebat, pintar, ahli dan tangguh. Rata-rata aparatur negara di Indonesia adalah lulusan sarjana, mulai dari Diploma, Strata 1, 2, bahkan ada yang doktor dan profesor. Akan tetapi, kenapa negara kita masih terpuruk dan memprihatinkan? Alasanya, adalah karena aparatur negara kekurangan dalam sisi kejujuran. Inilah salah satu hal yang membawa kehancuran Indonesia.
Oleh karean itulah, kata al-qawiy (kuat), langsung diiringi dengan kata al-amin (jujur), tanap dipisah oleh satu pemisah semisal huruf waw (dan). Hal itu berarti, bahwa antara kecakapan dan kejujuran adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan dalam kriteria memilih dan menerima calon pegawai. Keduanya haruslah menyatu dalam diri seorang calon aparatur negara. Semoga ini bisa menjadi pedoman kita dalam merekrut calon pegawai yang akan mengurus negara ini. Amin
READ MORE -

Minggu, 06 September 2009

Ada apa dengan pohon pisang??

Palsafah Hidup Pohon Pisang
Di dalam al-Qur’an, jika Allah menyebutkan kata tumbuhan atau nama jenis tumbuhan tertentu, biasanya kontesks pembicaraan-Nya selalu terkait dengan pemberian pelajaran kepada manusia atau mengajak manusia untuk berfikir. Hal itu memberikan isyarat kepada manusia, bahwa tumbuhan diciptakan Allah bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan fisik manusia, namun juga untuk memenuhi kebutuhan akal dan rohaninya. Dengan tumbuhan manusia bukan hanya memberi makan jasmaninya, tetapi juga memberi makan akal dan rohaninya. Lihat misalnya firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 226,
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.”
Begitu juga dalam surat an-Nahl [16]: 67
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”
Berikut ini, kita akan mencoba melihat sisi istimewa dari sebuah tumbuhan yang dekat dengan kehidupan kita; yaitu pohon pisang. Jika kita memperhatikan pohon pisang dengan seksama, maka kita akan mendapatkan pelajaran berharga dari kehidupannya. Adapun yang istimewa dari pohon pisang adalah;
Pertama, pohon pisang belum akan mati sebelum berbuah atau mendatangkan manfaat bagi manusia. Jika sebuah pohon pisang yang belum berbuah ditebang, maka dipastikan dia akan tumbuh lagi. Kemudian ditebang lagi, ia akan tumbuh lagi, begitulah seterusnya hingga ia berbuah. Ketika sudah berbuah, maka dengan sendirinya ia kan mati.
Begitulah semestinya sikap hidup yang harus dimiliki setiap manusia, khususnya seorang mukmin. Janganlah pernah mati – sekalipun mati urusan Allah- sebelum berguna dan mendatangkan manfaat bagi orang lain dan lingkungan. Begitulah yang dipesankan Allah dalam surat Ali ‘Imran [3]: 102
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan kamu sebagai muslim.”
Muslim secara harfiyah berarti menyelamatkan. Kata ini berasal dari kata aslama yang berupa mazid (sudah ditambah) satu huruf dari kata salima yang berarti aktif. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita sebelum mati jadilah orang yang mampu menyelamatkan orang lain. Jika yang mampu masuk sorga hanya diri sendiri, maka itu berarti kita mati dalam keadaaan salim belum muslim. Sebab, muslim bukan hanya mampu memasukan dirinya ke dalam sorga, namun juga membawa orang lain untuk memasuki sorga bersamanya.
Kedua, pohon pisang adalah jenis tumbuhan yang tidak banyak menuntut dan menyusahkan pemiliknya. Pohon pisang ketika tumbuh tidak meminta dipupuk, racun hama dan perawatan laiannya. Ia cukup diletakan di dalam sebuah lobang, lalu dibiarkan tanpa pupuk dan racun hama, ia akan tetap tumbuh dan berbuah. Bandingkan, jika kita menanam tanaman lain, seperti cabe, tomat, bawang dan sebagainya yang sangat memberatkan sang pemilik, karena mesti dipupuk, diberi racun hama, kemudian perhatian yang maksimal. Selanjutnya, pohon pisang tidak pernah menyusuhkan pemiliknya. Sebab, pohon pisnag tidak menghasilkan sampah seperti pohon-pohon lainnya.
Begitulah hendaknya pola hidup seorang muslim. Janganlah hendaknya terlalu banyak menuntut, mengharap apalagi menyusahkan orang lain. Sebab, jika seseorang banyak menunut dan meminta, maka orang lain akan menyimpan banyak harapan kepadanya. Jika dia kemudian hari memberi, orang lain tidak terlalu hormat dan bangga, karena memang sudah semestinya dia memberi karena telah banyak menuntut selama ini. Akan tetapi, jika dia kemudian hari tidak bisa memberi dan memenuhi harapan tempat ia meminta, biasanya orang lain akan kecewa kepadanya.
Sebaliknya, jika seseorang tidak banyak menuntut dan menyusahkan, namun kemudian banyak memberi, maka orang akan menaruh rasa segan,bangga, hormat dan simpati kepadanya. Lihatlah pohon pisang, yang sekiranya dia mati dan tidak menghasilkan buah, sang pemilik biasanya tidak teralu kecewa dan berkecil hati. Berbeda halnya, jika tanaman cabe atau tomat yang telah memakan biaya besar, namun tidak menghasilkan buah, maka pemilik kebun akan kecewa dan menggerutu kepadanya.
Ketiga, pohon pisang adalah tanaman yang multi guna. Semua yang ada padanya adalah berguna dan bisa dimanfaatkan. Mulai dari akar, batang, daun, buah, sampai “ekor buah/buntutnya” yang biasanya dijadikan sebagai sayuran.
Begitulah semestinya kehidupan seorang muslim. Hendaklah apapun yang keluar dari dirinya, baik perkataan, sikap, prilaku mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi orang lain.
Keempat, pohon pisang tidak memilih tempat untuk hidup karena ia bisa hidup di mana saja. Pohon pisang akan tumbuh dan berbuah jika ditaman di tepi pantai. Namun, juga bisa tumbuh dan berbuah jika ditanam di daerah pegunungan. Pohon pisang bisa tumbuh dan berbuah jika ditanam di tanah yang basah dan berair, namun juga bisa tumbuh dan berbuah jika ditanam ditanah yang kering dan gersang sekalipun.
Begitulah hendaknya sikap hidup yang mesti dimiliki setiap muslim. Janganlah terperanguh hidupnya dengan tempat dan lingkungan. Seorang muslim akan bisa baik dan berbuat kebaikan jika tinggal di tempat dan lingkungan yang baik, namaun juga bisa baik dan berbuat baik sekalipun tinggal di tempat yang buruk dan lingkungan yang buruk. Seringklai manusia “mengkambinghitamkan” tempat jika tidak mampu berbuat baik atau mempersembahkan yang terbiak.
Seorang murid dalam menempuh pendidikan misalnya dalam mangukir prestasi hendaknya juga seperti pohon pisang. Seorang murid mesti bisa mengukir prestasi jika sekolah di sekolah hebat, di kota besar, namun di saat yang sama juga bisa menorehkan prestasi gemilang jika belajar di sekolah yang biasa, atau bahkan di daerah yang terisolir dan terpeslook sekalipun. Tempat bukanlah menjadi soal untuk mempersembahkan yang terbaik.
READ MORE - Ada apa dengan pohon pisang??