'Virus Bangsa' menyerang otak rakyat Indonesia sangat hebat!!!
Mengapa?
Ada sebuah ungkapan, the short memory lost. Bangsa kita begitu mudah
lupa terhadap kejadian-kejadian yang belum lama terjadi.
Kondisi ini lalu dimanfaatkan oleh kaum VIRUS BANGSA untuk mengelabui
rakyat ini, membodoh-bodohkan mereka, menipu, menindas, dan
mengeksploitasi sedalam-dalamnya.
Para virus bangsa itu adalah: media-media massa, para pengamat politik,
para politisi, para akademisi bayaran, lembaga surve order minded, dan
sejenisnya.
Mereka ini disebut virus bangsa karena memang tidak memiliki rasa belas
kasihan sama sekali atas nasib ratusan juta anak bangsa yang menderita
akibat semua kelakuan mereka. “Selagi Gue bisa happy-happy, bodo amat
dengan rakyat. Emang mereka mikiran Gue?” Begitulah ungkapan tidak tahu
malu yang sering menjadi motto kehidupan mereka.
Sampai batas tertentu, para penipu atau virus bangsa itu sampai
meyakini hal-hal semacam ini:
“Zaman sekarang yang penting duit, duit, duit Bos. Sudahlah gak usah
munafik. Kamu suka duit juga kan. Kalo punya duit kamu bisa main cewek,
bisa makan di restoran mahal, bisa pelesir ke luar negeri, bisa belanja
barang-barang branded. Kamu juga nanti dipuja-puja keluarga besarmu,
disebut orang sukses. Kamu dielu-elukan almamatermu, didaulat memberi
orasi ilmiah, diminta mengisi acara-acara.
Kamu terhormat, mobil minimal Camry, punya kans jadi politisi Senayan,
punya banyak fans, porto folio diterima baik oleh bank, dan sebagainya.
Maka itu, sudahlah, tidak usah munafik. Dalam hidup ini jangan alim
banget. Jangan saleh banget. Kalau mau sukses, kamu harus berani kejam.
Kamu harus berani memakai manajemen mafia. Rakyat itu bodo-bodo,
sampah, tak berguna. Jalan termudah jadi orang keren, hebat, happy-
happy adalah menjual nasib rakyat dan bangsa. Persetan dengan cinta
tanah air. Persetan dengan agama. Persetan dengan dosa-neraka. Aku tak
peduli. Yang penting happy, happy, happy forever forever.”
Orang-orang begini inilah yang telah sekian lama membuat bangsa ini
menderita, susah hidupnya, melarat terus, kezhaliman merata, korupsi
menggurita. Ya karena kaum virus bangsa ini sangat banyak, ada di mana
-mana.
Mereka hidup sehari-hari seperti binatang. Tidak ada nikmat ruhani
sedikit pun dalam jiwanya. Semakin bertambah syahwat yang mereka reguk,
semakin menderita jiwanya. Mereka telah melupakan TUHAN, lalu TUHAN pun
membuat mereka lupa pada dirinya sendiri. Na’dzubillah wa na’udzubillah
min dzalik.
Apakah Anda pernah menyangka, merasa, atau menduga, bahwa kehidupan ini
sepenuhnya berada dalam kendali manusia-manusia moral rendah sejenis
itu? Apakah mereka berkuasa atas alam kehidupan ini? Apakah mereka bisa
menunda kematian atau memperlama kehidupan? Tidak sama sekali. Mereka
hanyalah obyek kehidupan. Segala hal tetap dan pasti di Tangan Allah
Ta’ala.
Manusia-manusia durjana itu bisa senang-senang, tertawa ngakak, dan
terus menipu manusia, karena belum habis jatah nikmat bagi mereka.
Pintu-pintu hedonisme terus terbuka sampai habis jatahnya.
Kalau sudah habis…hendak bersembunyi ke mana pun mereka akan dikejar
oleh tentara-tentara Allah (para Malaikat-Nya). Itu hanya menanti waktu
saja.
Kita kembali ke topik semula, rentetan panjang penipuan publik yang
biasa dilakukan kaum virus bangsa: media massa sekuler, pengamat
politik, politisi busuk, akademisi bayaran, survei abal-abal, dan
sejenisnya.
Di sini saya ingin mengajak anda2 kembali ingatkan fakta-fakta sejarah
yang sudah banyak dilupakan bangsa ini. Intinya, gegap gempita
pencitraan Jokowi saat ini, ia bukan pertama kali terjadi. Itu sudah
sering dan sering terjadi.
Mari kita buka fakta sejarah satu demi satu, bismillah…
[1]. Tahun 1998 terjadi demonstrasi massal di seluruh Indonesia.
Penggeraknya para mahasiswa kampus. Para demonstran didukung penuh oleh
semua media, politisi, pengamat. Mereka serukan: “Soeharto mundur!
Soeharto mundur! Gantung Soeharto!”.
Puncaknya pada Mei 1998 terjadi kerusuhan besar di Jakarta. Akhirnya
Soeharto pun menyerah, dia mundur. Sejak Soeharto mundur, masuklah
bangsa Indonesia ke era Reformasi.
Faktanya, sejak masuk zaman Reformasi, kehidupan rakyat Indonesia tidak
lebih baik.
[2]. Tahun 1999 Presiden BJ. Habibie mau ikut pencalonan sebagai
presiden. Beliau baru memimpin menggantikan Soeharto sekitar 1,5 tahun.
Melihat kenyataan itu media-media, pengamat, politisi, sepakat
mengeroyok Habibie. “Jangan Habibie. Dia koruptor. Dia anak emas
Soeharto. Pokoknya jangan Habibie.”
Banyak sekali seruan untuk menghadang Habibie. Padahal dia terbukti
berhasil mengendalikan kondisi bangsa setelah diamuk Krisis Moneter.
Alhasil Habibie tak bisa menjadi presiden lagi karena dibarikade oleh
kaum virus bangsa. Yang terpilih justru Gusdur.
Namanya Gusdur, sudah sakit2an, dan kontroversial, tak punya pengalaman
memimpin negara. Akibatnya negara morat-marit gak karuan. Nyaris negara
ini hancur kalau Gusdur lebih lama memimpin. Padahal media-media massa,
pengamat, politisi, akademisi, dan sejenisnya itulah yang sebelumnya
mengelu-elukan citra Gusdur.
Terbukti, dia tak bisa apa-apa. Habibie yang berkualitas ditolak,
Gusdur yang gak bisa apa-apa didaulat menjadi pemimpin.
[3]. Kondisi yang mengitari Jokowi saat ini mirip sekali seperti
kondisi menjelang Pilpres 2004.
Waktu itu media-media massa, pengamat, politisi, akedemisi kacung
sepakat mengelu-elukan SBY.
“SBY harapan baru indonesia. Orang ini hebat. Santun, tegas, cerdas.
Kasihan dia dizhalimi Megawati. Indonesia akan maju di tangan SBY. I
love U full.”
Begitulah segala puja dan puji mendukung SBY. Salah satu TV berita
termasuk yang amat “I love U full” ke SBY. Ini semua terjadi karena SBY
sudah direstui oleh jaringan pengusaha China asal Medan-Jakarta-
Surabaya.
Apa akibatnya setelah SBY jadi Presiden? Luar biasa, baru saja memimpin
Indonesia “diberi hadiah” Tsunami terbesar sedunia. Dan rentetan
bencana seolah tak ada habisnya di tangan orang ini. Tahun 2005 SBY
naikkan BBM lebih dari 100 persen. Rakyat semua megap-megap.
[4]. Tahun 2009 SBY nyalon lagi. Sebenarnya potensi SBY kalah sangat
besar, karena kepemimpinan dia selama 2004-2009 sangat menyengsarakan.
Tapi SBY cerdik, dia pandai memanfaatkan media dan lembaga-lembaga
surve untuk memenangkan citra. LSI, Saiful Mujani, Deny JA. termasuk
yang sangat agressif mendukung SBY. Media-media TV juga terus mengelu-
elukan SBY. SBY juga memainkan instrumen BLT untuk merebut simpati
rakyat. Dan dia juga masuk ke sistem kalkulasi online KPU.
Sistem software KPU inilah yang sangat mengancam proses pemilu secara
jujur. Setelah SBY jadi presiden lagi, penderitaan rakyat semakin
panjang dan lama. Selain itu banyak terkuak kasus-kasus korupsi yang
melibatkan elit-elit Demokrat.
[5]. Ada kejadian sangat aneh sekitar tahun 2008-2009, yaitu Mega
Skandal Bank Century. Ketika itu SBY, jajaran menterinya, Boediono,
para pengamat ekonomi UI, dan media-media partner secara intensif
menipu publik:
“Kalau Bank Century tidak diberi bailout, nanti akan menyebabkan dampak
sistemik. Waktu itu sedang terjadi Krisis Global.”
Padahal nilai aset Bank Century tidak ngaruh dalam industri perbankan
nasional. Kalau pun bailout itu dibenarkan, mengapa dana talangan yang
semula disepakati sekitar 600 miliar membengkak sepuluh kali lipat
menjadi 6,7 triliun?
Bahkan pencairan yang triliunan rupiah itu dilakukan di hari Sabtu dan
Minggu, tanpa melapor Wapres (Jusuf Kall)? Tetapi SBY dan media-media
partner terus berkilah “dampak sistemik”. Ya begitulah, rakyat terus
ditipu, ditipu, dan ditipu lagi.
[6]. Media-media massa, pengamat, akademisi, politisi, juga berperanb
sangat kuat dalam menggulirkan opini seputar Bibit-Chandra (dua ketua
KPK).
Waktu itu keduanya sedang berhadapan dengan Susno Duadji. Media
mengangkat isu “Cicak Vs Buaya”.
Semua media waktu itu sepakat berdiri di belakang Bibit Samad dan
Chandra Hamzah. Keduanya menyebut istilah “kriminalisasi KPK”. Alhasil
kedua pimpinan KPK mendapat dipensasi hukum. Mereka tidak diadili atas
tuduhan apapun.
Padahal menurut Muhammad Nazaruddin, Chandra Hamzah pernah datang ke
rumahnya, lalu menerima titipan uang. Terbukti kemudian pengakuan
Nazaruddin sering terbukti di persidangan.
Media-media massa dan pengamat begitu bernafsu membela Bibit-Chandra,
sampai mereka lupa bahwa SBY sudah melakukan campur tangan hukum dengan
membentuk tim pencari fakta. Itu pelanggaran tatanan kenegaraan.
[7]. Terkait perkembangan dakwah Islam. Media-media massa, para
pengamat, politisi, akademisi, pejabat, dan seterusnya sepakat mengelu
-elukan dai kondang, Aa Gym.
Semua TV punya siaran terkait Aa Gym. Kalau bulan Ramadhan tiba, Aa Gym
menjadi “raja media”. Aa Gym disukai karena: tak pernah bilang “orang
kafir”, tak pernah bilang “orang sesat”, tak pernah bilang “Syariat
Islam”, tak pernah menyinggug perasaan penganut agama lain, dan
seterusnya.
Tetapi ketika Aa Gym ketahuan melakukan poligami, seketika itu dia
dihujat, dihajar habis, dikuyo-kuyo sampai tandas, dizhalimi sedalam-
dalamnya. Alhasil Aa Gym merasa “sakit hati” dan tidak seramah dulu ke
media-media massa.
Masyarakat sebagai pengagum Aa Gym pun tinggal mengikuti saja. Apapun
yang dikatakan media massa, mereka amini. Media bilang A, ya diikuti A;
media bilang merah, diikuti merah; media bilang ‘kacau’, rakyat pun
ikut berseru ‘kacau’. Kok gak meras malu ya…
[8]. Tahun 2012 Jokowi-Ahok jadi kandidat Gubernur DKI. Media-media,
pengamat, politisi, juga ramai-ramai dukung keduanya agar jadi gubernur
DKI.
Semua sepakat Jokowi-Ahok harus gusur “kumisnya” Foke. Hanya beberapa
lama setelah terpilih jadi gubernur, Jokowi keteteran. Ahok kerjaannya
marah-marah mulu, seperti orang stress. Dan lebih parah lagi, Jokowi
akhirnya lebih banyak bekerja untuk PERSIAPAN JADI PRESIDEN, bukan
bekerja membereskan masalah DKI Jakarta.
Lha, orang ini katanya jujur, amanah, rendah hati, tidak neko-neko;
tapi justru kemaruk jabatan. Satu belum kelar, sudah nafsu ingin
jabatan lain. Kata orang Sunda, ngurauk ku siku. Mau merengkuh apa saja
dengan sikunya, karena saking rakus.
Sampai di sini kita jadi paham, bahwa memang rakyat kita begitu mudah
dibodoh-bodohi. Sedangkan kaum cerdik-cendekia, para ilmuwan dan
terpelajar, sibuk menyelamatkan urusan ekonomi masing-masing. Mereka
tak berani turun ke landasan untuk mencerahi masyarakat.
Untuk menyalakan suluh kebenaran. Mereka bersembunyi di balik segala
kemapanan dan keenakan hidup yang sudah dinikmati.
Media-media massa, pengamat, politisi, akademisi bayaran, dan
seterusnya mereka terus-menerus berdzikir dengan kata-kata: “Demi
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.”
Tapi kelakuan mereka busuk. Moral mereka lacur. Mereka gadaikan
kehidupan rakyat dan bangsa, demi memenuhi syahwat hedonismenya. Kaum
virus bangsa itu tak henti-hentinya menipu, menipu, menipu, dan menipu
rakyat yang kebanyakan pelupa dan tidak kritis.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-
teen/2014/03/27/29664/virus-bangsa-menjangkiti-rakyat-sehingga-mudah-
lupa-dosa-penguasa.
READ MORE - Virus Bangsa' Menjangkiti Rakyat Sehingga Mudah Lupa Dosa Penguasa
Tweet
Mengapa?
Ada sebuah ungkapan, the short memory lost. Bangsa kita begitu mudah
lupa terhadap kejadian-kejadian yang belum lama terjadi.
Kondisi ini lalu dimanfaatkan oleh kaum VIRUS BANGSA untuk mengelabui
rakyat ini, membodoh-bodohkan mereka, menipu, menindas, dan
mengeksploitasi sedalam-dalamnya.
Para virus bangsa itu adalah: media-media massa, para pengamat politik,
para politisi, para akademisi bayaran, lembaga surve order minded, dan
sejenisnya.
Mereka ini disebut virus bangsa karena memang tidak memiliki rasa belas
kasihan sama sekali atas nasib ratusan juta anak bangsa yang menderita
akibat semua kelakuan mereka. “Selagi Gue bisa happy-happy, bodo amat
dengan rakyat. Emang mereka mikiran Gue?” Begitulah ungkapan tidak tahu
malu yang sering menjadi motto kehidupan mereka.
Sampai batas tertentu, para penipu atau virus bangsa itu sampai
meyakini hal-hal semacam ini:
“Zaman sekarang yang penting duit, duit, duit Bos. Sudahlah gak usah
munafik. Kamu suka duit juga kan. Kalo punya duit kamu bisa main cewek,
bisa makan di restoran mahal, bisa pelesir ke luar negeri, bisa belanja
barang-barang branded. Kamu juga nanti dipuja-puja keluarga besarmu,
disebut orang sukses. Kamu dielu-elukan almamatermu, didaulat memberi
orasi ilmiah, diminta mengisi acara-acara.
Kamu terhormat, mobil minimal Camry, punya kans jadi politisi Senayan,
punya banyak fans, porto folio diterima baik oleh bank, dan sebagainya.
Maka itu, sudahlah, tidak usah munafik. Dalam hidup ini jangan alim
banget. Jangan saleh banget. Kalau mau sukses, kamu harus berani kejam.
Kamu harus berani memakai manajemen mafia. Rakyat itu bodo-bodo,
sampah, tak berguna. Jalan termudah jadi orang keren, hebat, happy-
happy adalah menjual nasib rakyat dan bangsa. Persetan dengan cinta
tanah air. Persetan dengan agama. Persetan dengan dosa-neraka. Aku tak
peduli. Yang penting happy, happy, happy forever forever.”
Orang-orang begini inilah yang telah sekian lama membuat bangsa ini
menderita, susah hidupnya, melarat terus, kezhaliman merata, korupsi
menggurita. Ya karena kaum virus bangsa ini sangat banyak, ada di mana
-mana.
Mereka hidup sehari-hari seperti binatang. Tidak ada nikmat ruhani
sedikit pun dalam jiwanya. Semakin bertambah syahwat yang mereka reguk,
semakin menderita jiwanya. Mereka telah melupakan TUHAN, lalu TUHAN pun
membuat mereka lupa pada dirinya sendiri. Na’dzubillah wa na’udzubillah
min dzalik.
Apakah Anda pernah menyangka, merasa, atau menduga, bahwa kehidupan ini
sepenuhnya berada dalam kendali manusia-manusia moral rendah sejenis
itu? Apakah mereka berkuasa atas alam kehidupan ini? Apakah mereka bisa
menunda kematian atau memperlama kehidupan? Tidak sama sekali. Mereka
hanyalah obyek kehidupan. Segala hal tetap dan pasti di Tangan Allah
Ta’ala.
Manusia-manusia durjana itu bisa senang-senang, tertawa ngakak, dan
terus menipu manusia, karena belum habis jatah nikmat bagi mereka.
Pintu-pintu hedonisme terus terbuka sampai habis jatahnya.
Kalau sudah habis…hendak bersembunyi ke mana pun mereka akan dikejar
oleh tentara-tentara Allah (para Malaikat-Nya). Itu hanya menanti waktu
saja.
Kita kembali ke topik semula, rentetan panjang penipuan publik yang
biasa dilakukan kaum virus bangsa: media massa sekuler, pengamat
politik, politisi busuk, akademisi bayaran, survei abal-abal, dan
sejenisnya.
Di sini saya ingin mengajak anda2 kembali ingatkan fakta-fakta sejarah
yang sudah banyak dilupakan bangsa ini. Intinya, gegap gempita
pencitraan Jokowi saat ini, ia bukan pertama kali terjadi. Itu sudah
sering dan sering terjadi.
Mari kita buka fakta sejarah satu demi satu, bismillah…
[1]. Tahun 1998 terjadi demonstrasi massal di seluruh Indonesia.
Penggeraknya para mahasiswa kampus. Para demonstran didukung penuh oleh
semua media, politisi, pengamat. Mereka serukan: “Soeharto mundur!
Soeharto mundur! Gantung Soeharto!”.
Puncaknya pada Mei 1998 terjadi kerusuhan besar di Jakarta. Akhirnya
Soeharto pun menyerah, dia mundur. Sejak Soeharto mundur, masuklah
bangsa Indonesia ke era Reformasi.
Faktanya, sejak masuk zaman Reformasi, kehidupan rakyat Indonesia tidak
lebih baik.
[2]. Tahun 1999 Presiden BJ. Habibie mau ikut pencalonan sebagai
presiden. Beliau baru memimpin menggantikan Soeharto sekitar 1,5 tahun.
Melihat kenyataan itu media-media, pengamat, politisi, sepakat
mengeroyok Habibie. “Jangan Habibie. Dia koruptor. Dia anak emas
Soeharto. Pokoknya jangan Habibie.”
Banyak sekali seruan untuk menghadang Habibie. Padahal dia terbukti
berhasil mengendalikan kondisi bangsa setelah diamuk Krisis Moneter.
Alhasil Habibie tak bisa menjadi presiden lagi karena dibarikade oleh
kaum virus bangsa. Yang terpilih justru Gusdur.
Namanya Gusdur, sudah sakit2an, dan kontroversial, tak punya pengalaman
memimpin negara. Akibatnya negara morat-marit gak karuan. Nyaris negara
ini hancur kalau Gusdur lebih lama memimpin. Padahal media-media massa,
pengamat, politisi, akademisi, dan sejenisnya itulah yang sebelumnya
mengelu-elukan citra Gusdur.
Terbukti, dia tak bisa apa-apa. Habibie yang berkualitas ditolak,
Gusdur yang gak bisa apa-apa didaulat menjadi pemimpin.
[3]. Kondisi yang mengitari Jokowi saat ini mirip sekali seperti
kondisi menjelang Pilpres 2004.
Waktu itu media-media massa, pengamat, politisi, akedemisi kacung
sepakat mengelu-elukan SBY.
“SBY harapan baru indonesia. Orang ini hebat. Santun, tegas, cerdas.
Kasihan dia dizhalimi Megawati. Indonesia akan maju di tangan SBY. I
love U full.”
Begitulah segala puja dan puji mendukung SBY. Salah satu TV berita
termasuk yang amat “I love U full” ke SBY. Ini semua terjadi karena SBY
sudah direstui oleh jaringan pengusaha China asal Medan-Jakarta-
Surabaya.
Apa akibatnya setelah SBY jadi Presiden? Luar biasa, baru saja memimpin
Indonesia “diberi hadiah” Tsunami terbesar sedunia. Dan rentetan
bencana seolah tak ada habisnya di tangan orang ini. Tahun 2005 SBY
naikkan BBM lebih dari 100 persen. Rakyat semua megap-megap.
[4]. Tahun 2009 SBY nyalon lagi. Sebenarnya potensi SBY kalah sangat
besar, karena kepemimpinan dia selama 2004-2009 sangat menyengsarakan.
Tapi SBY cerdik, dia pandai memanfaatkan media dan lembaga-lembaga
surve untuk memenangkan citra. LSI, Saiful Mujani, Deny JA. termasuk
yang sangat agressif mendukung SBY. Media-media TV juga terus mengelu-
elukan SBY. SBY juga memainkan instrumen BLT untuk merebut simpati
rakyat. Dan dia juga masuk ke sistem kalkulasi online KPU.
Sistem software KPU inilah yang sangat mengancam proses pemilu secara
jujur. Setelah SBY jadi presiden lagi, penderitaan rakyat semakin
panjang dan lama. Selain itu banyak terkuak kasus-kasus korupsi yang
melibatkan elit-elit Demokrat.
[5]. Ada kejadian sangat aneh sekitar tahun 2008-2009, yaitu Mega
Skandal Bank Century. Ketika itu SBY, jajaran menterinya, Boediono,
para pengamat ekonomi UI, dan media-media partner secara intensif
menipu publik:
“Kalau Bank Century tidak diberi bailout, nanti akan menyebabkan dampak
sistemik. Waktu itu sedang terjadi Krisis Global.”
Padahal nilai aset Bank Century tidak ngaruh dalam industri perbankan
nasional. Kalau pun bailout itu dibenarkan, mengapa dana talangan yang
semula disepakati sekitar 600 miliar membengkak sepuluh kali lipat
menjadi 6,7 triliun?
Bahkan pencairan yang triliunan rupiah itu dilakukan di hari Sabtu dan
Minggu, tanpa melapor Wapres (Jusuf Kall)? Tetapi SBY dan media-media
partner terus berkilah “dampak sistemik”. Ya begitulah, rakyat terus
ditipu, ditipu, dan ditipu lagi.
[6]. Media-media massa, pengamat, akademisi, politisi, juga berperanb
sangat kuat dalam menggulirkan opini seputar Bibit-Chandra (dua ketua
KPK).
Waktu itu keduanya sedang berhadapan dengan Susno Duadji. Media
mengangkat isu “Cicak Vs Buaya”.
Semua media waktu itu sepakat berdiri di belakang Bibit Samad dan
Chandra Hamzah. Keduanya menyebut istilah “kriminalisasi KPK”. Alhasil
kedua pimpinan KPK mendapat dipensasi hukum. Mereka tidak diadili atas
tuduhan apapun.
Padahal menurut Muhammad Nazaruddin, Chandra Hamzah pernah datang ke
rumahnya, lalu menerima titipan uang. Terbukti kemudian pengakuan
Nazaruddin sering terbukti di persidangan.
Media-media massa dan pengamat begitu bernafsu membela Bibit-Chandra,
sampai mereka lupa bahwa SBY sudah melakukan campur tangan hukum dengan
membentuk tim pencari fakta. Itu pelanggaran tatanan kenegaraan.
[7]. Terkait perkembangan dakwah Islam. Media-media massa, para
pengamat, politisi, akademisi, pejabat, dan seterusnya sepakat mengelu
-elukan dai kondang, Aa Gym.
Semua TV punya siaran terkait Aa Gym. Kalau bulan Ramadhan tiba, Aa Gym
menjadi “raja media”. Aa Gym disukai karena: tak pernah bilang “orang
kafir”, tak pernah bilang “orang sesat”, tak pernah bilang “Syariat
Islam”, tak pernah menyinggug perasaan penganut agama lain, dan
seterusnya.
Tetapi ketika Aa Gym ketahuan melakukan poligami, seketika itu dia
dihujat, dihajar habis, dikuyo-kuyo sampai tandas, dizhalimi sedalam-
dalamnya. Alhasil Aa Gym merasa “sakit hati” dan tidak seramah dulu ke
media-media massa.
Masyarakat sebagai pengagum Aa Gym pun tinggal mengikuti saja. Apapun
yang dikatakan media massa, mereka amini. Media bilang A, ya diikuti A;
media bilang merah, diikuti merah; media bilang ‘kacau’, rakyat pun
ikut berseru ‘kacau’. Kok gak meras malu ya…
[8]. Tahun 2012 Jokowi-Ahok jadi kandidat Gubernur DKI. Media-media,
pengamat, politisi, juga ramai-ramai dukung keduanya agar jadi gubernur
DKI.
Semua sepakat Jokowi-Ahok harus gusur “kumisnya” Foke. Hanya beberapa
lama setelah terpilih jadi gubernur, Jokowi keteteran. Ahok kerjaannya
marah-marah mulu, seperti orang stress. Dan lebih parah lagi, Jokowi
akhirnya lebih banyak bekerja untuk PERSIAPAN JADI PRESIDEN, bukan
bekerja membereskan masalah DKI Jakarta.
Lha, orang ini katanya jujur, amanah, rendah hati, tidak neko-neko;
tapi justru kemaruk jabatan. Satu belum kelar, sudah nafsu ingin
jabatan lain. Kata orang Sunda, ngurauk ku siku. Mau merengkuh apa saja
dengan sikunya, karena saking rakus.
Sampai di sini kita jadi paham, bahwa memang rakyat kita begitu mudah
dibodoh-bodohi. Sedangkan kaum cerdik-cendekia, para ilmuwan dan
terpelajar, sibuk menyelamatkan urusan ekonomi masing-masing. Mereka
tak berani turun ke landasan untuk mencerahi masyarakat.
Untuk menyalakan suluh kebenaran. Mereka bersembunyi di balik segala
kemapanan dan keenakan hidup yang sudah dinikmati.
Media-media massa, pengamat, politisi, akademisi bayaran, dan
seterusnya mereka terus-menerus berdzikir dengan kata-kata: “Demi
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.”
Tapi kelakuan mereka busuk. Moral mereka lacur. Mereka gadaikan
kehidupan rakyat dan bangsa, demi memenuhi syahwat hedonismenya. Kaum
virus bangsa itu tak henti-hentinya menipu, menipu, menipu, dan menipu
rakyat yang kebanyakan pelupa dan tidak kritis.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-
teen/2014/03/27/29664/virus-bangsa-menjangkiti-rakyat-sehingga-mudah-
lupa-dosa-penguasa.