Para pejabatnya menyarankan bahwa istana itu bisa dia bangun disebuah tempat bernama al-Khauniq di pinggir sungai tigris di wiyah al-Hirah. Maka Kisra mengutus pembesarnya untuk menemui Nu’man bin Umrul Qais gubernurnya sekaligus sebagai penguasa Hirah, agar bisa membangunkan istana untuknya dengan sangat bagus. Sesuai perintah Kisra Nu’man mulai mencari arsitek yang terkenal untuk membangun istana yang dimaksud. Akhirnya Nu’man mendapatkan seorang arsitek terkenal bernama Sinnimmar.
Mulailah sang arsitek merancang bangunan istana tersebut, kemudian membangunnya bersama para buruh. Setelah beberapa waktu berlalu akhirnya pembangunan istanapun selesai. Nu’man memanggil Kisra ke al-Hirah untuk melihat istana yang sudah selesai dibangun tersebut. Alangkah kagumnya Kisra setelah melihat banguan istana itu yang belum pernah dia melihat ada istana yang seindah ini. Kisra bertanya kepada nu’man tentang arsitek yang merancang dan membangun istana itu. Kisra memberitahukan kepada Nu’man untuk mengundang sang arsitek ke istana ini, karena Kisra ingin berkenalan dengannya.
Setelah itu, dikirimlah undangan kepada sang arsitek supaya menemui Kisra di istana yang dia bangun. Alangkah senangnya hati sang arsitek karena akan menemui Kisra. Sang arsitek membayangkan hadiah besar yang akan diterimnya dari kisra sebagai imbalan jasanya yang telah membangun istana indah.
Keesokan harinya, sesuai jadwal yang ditentukan datanglah sang arsitek menemui kisra di istana tersebut. Kisra menyambut kedatangan sang arsitek dengan senyum dan wajah ceria. Kisra berkata, “Saya sangat senang dan bangga dengan istana yang engkau bangun ini. Sungguh suatu pekerjaan yang sangat mengagumkan”. Sang arsitek hanya bisa senyum dengan wajah berseri- seri mendengar pujian Kisra kepadanya.
Kemudian Kisra mengajaknya berjalan-jalan sambil mengelilingi seluruh sudut istana untuk melihat keindahan bangunannya dan alam sekitar istana. Selanjutnya Kisra mengajak sang arsitek ke lantai paling atas dari sitana itu. Di sisnilah sang kisra merasakan kekaguman luar biasa dengan istana yang dibangun sang arsitek tersebut. Kisra kemudian bertanya, “Hai Sinnimmar! Adakah istana yang lebih indah dari ini?”. Sang arsitek menjawab, “Belum ada hai tuanku, inilah istana paling indah dan megah yang pernah ada”. Kisra kembali bertanya, “Adakah orang lain yang bisa membangun istana seperti ini selain engkau?”. Sang arsitek menjawab, “Tidak ada seorangpun yang bisa membangun istana seperti ini selain saya hai paduka”.
Mendengar jawaban sang arsitek kisra berfikir, jika saja saya membiarkannya hidup pastilah dia akan membangun istana seperti ini atau mungkin lebih indah dari ini untuk orang lain nantinya. Dengan fikiran seperti itu, maka kisra memerintahkan para tentaranya untuk melemparkan sang arsitek dari atap istana itu, hingga sang arsitek meninggal dunia. Hal itu kemudian dibuat sebagai perumpamaan bagi orang Arab dengan sebutan, “Jazâ’u al-Sinnimmâr”
Adapun pelajaram yang bisa diambil dari kisah di atas adalah, selayaknya bagi seseorang memberikan balasan yang baik atau yang lebih baik bagi orang yang telah berbuat baik kepadanya. Janganlah seseorang membalasi perbuatan baik orang lain kepadanya, dengan perbuatan jahat apalagi yang bisa mencelakakannya. Begitulah peringatan Allah dalam surat ar-Rahman [55]: 60
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”
Di samping itu, jika seseorang melakukan suatu pekerjaan maka janganlah terlalu mengharapkan balasan dari manusia lain. Hendaklah seseorang mengerjakan sesuatu, dengan penuh keikhlasan karena mengharapkan keridhaan Allah semata. Kalaupun kemudian manusia memberikan penghargaan sebagai balas jasa atas pekerjaan kita, maka itu juga mesti kita terima dan syukuri. Akan tetapi, jika tidak ada balas jasa dari orang lain, kitapun tidak kecewa dan merasa kesal, karena kita yakin balasan yang besar ada di sisi Allah.
Begitulah sikap para nabi dan rasul Allah ketika berbuat baik kepada umatnya, seperti yang digambarkan Allah swt. dalam banyak ayat-Nya. Sikap tanpa pamrih, adalah sikap yang menjadi ciri khas setiap nabi dan rasul Allah. Lihat misalnya surat yunus [10]: 72, nabi Nuh as. membantah anggapan kaumnya.
فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Saya tidak pernah meminta balasan dari kalian atas perbuatanku karena balasanku hanyalah dari Allah.”
Begitu juga yang dikatakan nabi shalih as. kepada kaumnya, seperti firman Allah dalam surat Hud [11]: 51
يَاقَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya: “Wahai kaumku aku tidak pernah meminta balasan dari kalian sesungguhnya balasanku dari Tuhan Yang menciptakanku.”
Nabi Hud as. juga mengatakan hal yang sama kepada kumnya “dan saya tidak pernah meminta balasan dari kamu semua karena balasan saya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. asy-Syu’ara’ [26]: 127. Begitu juga nabi Luth as mengatakan kepada kaumnya, “ dan saya tidak pernah meminta balasan dari kamu karena balasan saya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. asy-Syu’ara’ [26]: 164. Selanjutnya, nabi Syu’aib as juga mengatakannya kepada kaumnya “ dan saya tidak pernah meminta balsan dari kamu atas perbuatanku karena balasanku dari Tuhan semesta alam (Q.S. asy-Syu’ara’ [26]: 180. Dan terakhir Nabi Muhammad saw, juga mengatakan hal yang senada kepada umatnya “Katakanlah (Muhammad) saya tidak pernah meminta balasan dari dakwah dan perbuatanku kepadamu kecuali siapa yang menginginkan maka dia akan mengambil jalan Tuhannya (Q.S. al-furqan [25] : 55.
Dengan demikian, orang yang berlaku ikhlâs dalam berbuat baik atau beribadah, berarti dia sudah memiliki salah satu sifat istimewa para nabi dan rasul Allah. Sehingga, orang yang ikhlâs akan mendapat posisi di sisi Allah seperti layaknya para utusan Allah tersebut. Tweet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar