marquee

Selamat Datang di Blog Kami

welcome

Berbagi itu Indah dan Senyum itu Sedekah

Sabtu, 13 Juli 2013

Ngupil, batalkah puasa?

Banyak di antara kaum muslimin dan muslimah yang sedang berpuasa ragu tentang ngupil hidung dan telinga apakah bisa membatalkan puasa atau hanya sekedar merusak puasa orang tersebut ?


Berikut kami kutipkan penjelasan syaikh Zainuddin al-Malyabari dalam karyanya (Fathul Mu'in) tentang hal ini:

[1]. Ukuran "Ngupil" hidung yang tidak membatalkan.

Beliau menyatakan:

ولا يفطر بوصول شيء إلى باطن قصبة أنف حتى يجاوز منتهى الخيشوم وهو أقصى الأنف
tidaklah batal puasa jika ngupil sampai ke bagian dalam batang hidung

Pernyataan beliau ini diulas lagi oleh as-Sayyid al-Bakry Syatha:

قوله : ( ولا يفطر بوصول شيء إلى باطن قصبة أنف ) أي لأنها من الظاهر، وذلك لأن القصبة من الخيشوم ، والخيشوم جميعه من الظاهر

Nah, teks ini menjelaskan bahwa batasan "ngupil" hidung yang membatalkan itu adalah jika benda (jari, dll) yang dimasukkan ke dalam hidung itu sudah melewati "khaisyum" (bagian belakang rongga hidung) yang merupakan salah satu "makhraj" huruf Arab ketika terjadi Ghunnah.

[2]. Ukuran "Ngupil" telinga yang membatalkan.

Beliau menyatakan:

ويفطر بدخول عين وإن قلت إلى ما يسمى جوفاً أي جوف من مرّ كباطن أذن

al-Khathib al-Syarbiny juga mengulas:

والتقطير في باطن الأذن وإن لم يصل إلى الدماغ .... مفطر في الأصح

Dari teks ini dipahami bahwa selagi benda yang dipakai untuk "ngupil" telinga itu belum mencapai bagian "bathin" (dalam) telinga, maka puasa tetap sah dan belum batal. Dan ukuran bagian "Bathin" telinga itu adalah bagian telinga yang sudah tidak bisa dilihat lagi. Artinya, bagian telinga yang masih bisa dilihat dari luar, maka itu adalah bagian "Dzahir" (luar) telinga yang tidak mempengaruhi keabsahan puasa.

semoga kita bisa menjaga puasa kita baik dari hal-hal yang mungkin kecil kita anggap sementara ada kajiannya oleh islam dan ulama. karena hakikat puasa di bulan Ramadhan ini takwa yaitu keberhatian kita dalam melaksanakannya yang tidak hanya bersifat rutinitas dan  formalitas ibadah saja. Dengan pemahaman yang luas terhadap fiqh puasa tentu seseorang akan berpuasa lebih optimal. Bukankah Allah SWT lebih memuliakan orang yang beribadah dengan pemahaman daripada orang yang beribadah sekedar melaksanakan tugas dan kewajiban saja.

Wallahua'lam

Tidak ada komentar: