marquee

Selamat Datang di Blog Kami

welcome

Berbagi itu Indah dan Senyum itu Sedekah

Selasa, 28 April 2015

Iman tidak cukup diyakini

Seorang wanita bertanya kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “apakah iman itu cukup dengan keyakinan hati? Karena terkadang ada seorang Muslim yang jauh dari shalat, puasa dan zakat“. Syaikh menjelaskan:

Iman tidak cukup dengan keyakinan hati tanpa melaksanakan shalat dan kewajiban yang lain. Bahkan wajib bagi seseorang untuk mengimani dalam hatinya bahwa Allah itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengimani bahwa Ia adalah Rabb-nya dan penciptanya, dan wajib baginya untuk menujukan semua jenis ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dan beriman kepada Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, bahwasanya ia adalah Rasulullah untuk seluruh jin dan manusia. Semua ini wajib diimani karena ini adalah landasan agama. Dan juga wajib bagi setiap mukallaf untuk mengimani setiap kabar dari Allah dan Rasul-Nya. Wajib juga mengimani surga, neraka, shirat, mizan dan semua hal yang terdapat dalilnya dari Al Qur’an Al Karim dan As Sunnah yang shahih dan suci.

Disamping semua ini, wajib juga untuk mengucapkan dua kalimat syahadat laa ilaaha illallah muhammad rasulullah. Juga wajib untuk menunaikan shalat dan semua kewajiban dalam agama. Apabila shalat ditunaikan maka, ia telah menunaikan apa yang diwajibkan dalam agama. Namun jika tidak shalat, maka kafir. Karena meninggalkan shalat adalah kekafiran. Adapun zakat, puasa, haji dan kewajiban lainnya selama masih meyakini bahwa hukumnya wajib namun ketika melalaikan hal-hal ini seseorang tidak dikafirkan. Namun ia adalah pelaku maksiat, dan imannya lemah serta kurang. Karena iman itu naik dan turun. Menurut ahlussunnah wal jama’ah, iman itu naik dengan dengan ketaatan dan amalan shalih, dan turun dengan maksiat.

Khusus shalat, jika ditinggalkan maka kafir menurut mayoritas ulama, walaupun orang yang meninggalkan shalat itu tidak mengingkari wajibnya shalat. Inilah pendapat yang tepat diantara khilaf yang ada di antara para ulama. Maka shalat itu tidak sebagaimana ibadah-ibadah yang lain seperti zakat, puasa, haji dan yang lainnya. Yang jika meninggalkannya, tidaklah kufur akbar, menurut pendapat yang shahih. Namun dengan meninggalkannya, iman menurun dan lemah dan termasuk dosa besar. Meninggalkan zakat itu dosa besar, meninggalkan puasa dosa besar, meninggalkan haji ketika mampu juga dosa besar, namun tidak kufur akbar selama masih meyakini bahwa zakat itu benar wajib, puasa itu benar wajib, haji itu benar wajib bagi yang mampu. Ia tidak mendustakan dan mengingkari kewajiban itu semua, walaupun telah melalaikannya, maka tidak menjadi kafir, menurut pendapat yang shahih.

Adapun shalat, jika ditinggalkan menjadi kafir menurut pendapat yang shahih dari khilaf ulama yang ada. Walaupun tidak mengingkari wajibnya shalat, sebagaimana sudah kami jelaskan. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan demikian. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

بين الرجل وبين الكفر والشرك ترك الصلاة

“batas antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat” (HR. Muslim 82, At Tirmidzi 2620, Abu Daud 4678, Ibnu Majah 1078, Ahmad 3/389, Ad Darimi 1233)

dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

“perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka kafir”
(HR. Tirmidzi 2621, An Nasa-i 463, Ibnu Majah 1079, Ahmad 5/346)

Nas-alullah al alfiyah was salamah.

Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi Syaikh Ibnu Baz yang dihimpun Syaikh Ath Thayyar, 1/33, Asy Syamilah

Tidak ada komentar: