Bila diperhatikan
dengan seksama. Kadang kita merasa ragu terhadap efektivitas ramadhan.
Ramadhan itu adalah therapy spiritual. Di dalamya ada obat yang bisa
menyehatkan, sebagaimana janji Rasulullah Saw, shumu tashihu
(berpuasalah, niscara kamu sehat). Ramadhan berulang kali hadir, tetapi
spiritual kita, terasa tidak pernah beranjak dari status yang lalu-lalu.
Mengapa hal itu terjadi ?
Pernahkah
memperhatikan orang yang sedang berkonsultasi ke dokter, atau psikiater ?
andaipun, tidak memperhatikannya, mungkin kita pernah konsultasi,
membicarakan masalah kesehatan kita. Pada saat kita hadir didepan meja
kerja dokter atau psikiater, dengan santun, beliau mempersilahkan kita
duduk. Setelah duduk, kemudian, beliau bertanya kepada kita mengenai
identitas, mulai dari nama, umur dan alamat tinggal. Sampai pada bagian-bagian detilnya, yaitu menanyakan keluhan yang kita alami saat ini.
Apa yang
dirasakan ibu ? sudah berapa lama ? makan apa sebelumnya ? atau
mengalami apa yang sebelumnya, dan sudah pernah berobat ke mana ? mana
obat yang selama ini dikonsumsi ? dan lain sebagainya. Pertanyaan itu,
bisa lebih banyak lagi bila dirinci. Pertanyaan itu, bisa lebih banyak
lagi, bergantung pada jenis penyakit yang kita rasakan saat itu.
Bagi kalangan
tenaga kesehatan, proses seperti ini, disebutnya anamnesis atau proses
wawancara. Bagi seorang dokter,wawancara dengan pasien, merupakan kebutuhan mutlak, sebelum melakukan tindakan medis atau perawatan kesehatan.
Betul. Seorang
dokter memiliki pengetahuan dan menguasai teknologi kesehatan. Tetapi,
tahapan anamnesis tetap harus dilakukan. Karena melakukan diagnosis,
bisa dilakukan dengan cara anamnesis. Bahkan, anamnesis ini, dapat
dijadikan informasi tambahan mengenai penyakit yang diderita pasien.
Alangkah malangnya dokter, dan celakanya seorang pasien, bila pasien itu tidak memberikan informasi yang benar. Dokter akan mengalami
kebingunan analisis, bila pasien mengemukakan keluhan yang berbeda
dengan penyakit yang dideritanya. Ada banyak kemungkinan, dalam
menghadapi kasus ini. Pertama, pasien tidak percaya terhadap pernyataan
dokter mengenai jenis penyakit yang sedang dideritanya. Dokter mengatakan, “sakit A”, sementara pasien tidak mau mengakuinya. Kedua, dokter akan percaya pada penjelasan pasien, dan
memberikan tindakan medis yang sesuai dengan penjelasan pasien itu
sendiri. Akhirnya, akan terjadi malpraktek. Ini bisa terjadi, bila
petugas kesehatan, bertindak sembarangan, dan hanya
menyandarkan pada informasi dari pasien saja. Ketiga, pasien tidak akan
menaati treatmen (tindakan) medis dari dokter, seperti obat dan therapi
yang lainnya, dan akibatnya keluhan atau penyakitnya itu tidak kunjung
sembuh juga.
Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya. Kadang kita amat serius, mensikapi masalah
kesehatan fisik. Ketika kita merasa ada keluhan, kita langsung mencari
dokter (tenaga kesehatan fisik), dengan maksud untuk mendapatkan
pelayanan dan perawatan kesehatan. Bagaimana dengan kesehatan mental
atau kesehatan spiritual kita ?
Ramadhan datang
setiap tahun. Tetapi, kita merasa belum memberikan pengaruh nyata
terhadap perubahan perilaku, dan perubahan spiritual kita. Bila kita
artikan, ramadhan itu sebagai sebuah therapi, apa masalah yang sedang
terjadi pada kita selama ini ? mengapa, setiap ditherapi kita belum juga
merasa lebih baik, belum juga merasa sehat lagi ? apa yang sedang
terjadi pada kita saat ini ?
Mengikuti dan
memperhatikan peristiwa serta proses yang kita jalani pada saat meminta
bantuan kesehatan kepada dokter fisik, setidaknya, kita menemukan ada
beberapa masalah yang potensial terjadi pada kita.
Pertama,
kita tidak secara jujur dan terbuka dalam proses anamnesis. Artinya,
pernah kita secara jujur pada dirinya, dan kepada Allah Swt, mengenai
apa yang menjadi keluhan dalam hidup ini. Pernah kita mengeluhkan hidup
ini kepada Allah Swt ? dalam bahasa Agama, pernah kita dzikir atau berdoa kepada Allah Swt ?
Mengeluhkan nasib
kepada sesama manusia, hanya akan memperluas pengetahuan orang lain
mengenai masalah kita. Masalah kitapun, tidak akan pernah selesai dengan
sekedar diobrolkan. Mengeluhkan nasib kita kepada Allah Swt, Allah Swt
akan turun menyelesaikan masalah yang tidak bisa dipikul oleh kita.
Lakukanlah apa yang bisa kita lakukan, dan serahkan kepada Allah
berbagai masalah yang tidak bisa kita pikul. Itulah yang disebut proses
anamnesis spiritual seorang muslim dengan Allah Swt.
Setiap hari kita
konsultasi dengan Allah. Minimalnya melalui shalat 5 waktu dalam sehari
semalam. Shalat pada dasarnya, adalah waktu konsultasi dengan Allah Swt.
Tetapi, sadarkah kita, jujurkah kita, curhatkan kita kepada Allah Swt
mengenai apa yang sedang kita hadapi saat ini ? alih-alih curhat dengan
jujur dan khusyu, konsultasi dengan Allah Swt, seringkali ditunjukkan
seperti orang yang merasa tidak butuh.
Kedua,
bila kita abai terhadap pertanyaan Allah Swt, apabila kita tidak serius
mencurahkan perasaan dan keluhan hidup kita dihadapan Allah Swt, mana
mungkin Allah Swt memberikan solusi terbaik kepada kita ?
dokter pun akan abai kepada kita, disaat kita tidak memberikan
penjelasan mengenai keluhan yang diderita. Orang yang abai saat
konsultasi, bisa diartikan atau bisa dimaknai sebagai orang yang tidak
peduli, dan tidak butuh dengan apa yang sedang dialaminya.
Perintah Allah Swt, “berdoalah, niscaya akan Aku Kabulkan”. Ini adalah janji Allah Swt. Artinya,
bila kita mencurhatkan masalah hidup kita secara serius kepada Allah
Swt, kelak Allah akan memberikan pertolongannya dalam memecahkan
masalah-masalah hidup kita. Karena itu, curhatkanlah secara
seksama, dengan maksud supaya tindakan spiritual yang Allah Swt berikan
kepada kita, dapat menyelesaikan masalah yang sedang kita hadapi saat
ini.
Ketiga,
jangan-jangan, kita termasuk pada pasien yang nakal. Maksud dari pasien
nakal itu, adalah pasien yang tidak mau nurut dengan therapi yang
diberikan dokter. Menurut versi dokter, kita dianjurkan minum obat, 3 x 1
dalam sehari. Boro-boro meminum obat sesuai anjuran itu,
bahkan obat itu pun dibuangnya sendiri ke tempat sampah. Sesering apapun
anda konsultasi dengan dokter, bila therapi yang diberikan dokter tidak
dijalani, maka pemulihan kesehatan akan sulit diwujudkan secara efektif.
Ini kisah seorang
sahabat. Dia saudah tahu, berpenyakit kolesterol dan diabets. Menurut
dokter, dia harus menjaga pola makan dan sejumlah makanan tertentu.
Karena merasa sudah sehat, dia abaikan nasehat itu. Tahu-tahunya, kedua
penyakit itu kambuh lagi, dan bahkan, penyakit itu sangat
parah. Kakinya membusuk, hingga dalam hitungan minggu, beliau tidak bisa
diselamatkan lagi. Beliau ini, mengalami nasib buruk, karena mengabaika
nasihat dokter mengenai pola makan dan gaya hidup.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang sedang dihadapi oleh kita saat ini. Ramadhan
adalah therapi spiritual yang disediakan Allah Swt, untuk meningkatkan
kualitas kesehatan hidup kita. Persoalannya, adalah apakah kita menjalani
proses ibadah shaum ramadhan ini secara baik dan benar ? apa yang akan
terjadi, bila langkah-langkah pengobatan spiritual selama ramadhan ini,
tidak kita jalankan ? apakah kesehatan kita akan pulih ?
Terakhir,
hal yang paling buruk lagi, seringkali, kenakalan kita dalam menjalani
therapi dari dokter, kita malah menyalahkan dokter itu sendiri. Sesudah
berkonsultasi berulang kali, tapi tidak juga kunjung sembuh, dia malah menyalahkan tenaga medis tersebut. “Sudah
mahal, obatnya tidak manjur”. Dokter tidak profesional. Dokter tidak
berkualitas. Umpatan-umpatan itu, dan yang sejeninya berhamburan,
sebagai bentuk kekesalan terhadap berbagai therapi yang tidak efektif
dalam menyembuhkan penyakit yang dideritanya selama ini.
Bila diperhatikan
dengan seksama. Kadang kita merasa ragu terhadap efektivitas ramadhan.
Ramadhan itu adalah therapy spiritual. Di dalamya ada obat yang bisa
menyehatkan, sebagaimana janji Rasulullah Saw, shumu tashihu
(berpuasalah, niscara kamu sehat). Ramadhan berulang kali hadir, tetapi
spiritual kita, terasa tidak pernah beranjak dari status yang lalu-lalu.
Mengapa hal itu terjadi ? mari renungkan bersama.