Hampir setiap masjid, mushalla, majlis ta'lim dan pusat pengajian islam lainnya memperingati Isra' Mi'raj nya Nabi Muhammad SAW sehingga bermunculan para da'i, muballigh dan ustadz yang dianggap berkompenten menyampaikan tausyiah tentang isra' mi'raj mulai dari isi ceramah yang lucu dan kadang tidak nyambung dengan konten sampai ke konten serius tapi miss diagnosa atau analisa. Sebagai seorang mukmin yang sejati tentu kita wajib mempercayai peristiwa yang luar biasa ini sebagaimana disampaikan Allah:
“Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al
Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Qs. Al Israa : 1)
Namum tidak ada salah dan dosa jika kita menganalisa ulasan-ulasan yang tidak masuk akal. Umumnya
para penceramah menerangkan hikmah dari peristiwa Isra’ Miraj adalah
turunnya perintah sholat 5 waktu. Hal tersebut berdasarkan sebuah hadits
isinya cukup panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya nomor 234
dari jalan Anas bin Malik.
Namun
benarkah demikian ?
Melalui
penelaahan hadits, secara riwayat adalah shahih karena terdiri dari para
perawi yang tsiqoh(dipercaya). Akan tetapi secara matan (isinya)
sebagian bertentangan dengan Al Quran dan hadits lainnya yang shahih.
Dengan
demikian kedudukan hadits tersebut adalah dhoif (lemah) dan mualal (sisipan)
karena isinya diselipkan cerita – cerita Israiliyat dari kaum Bani Israil,
yang sengaja secara tersirat ingin mengagungkan bangsa mereka, serta
mengecilkan peran Nabi Muhammad beserta pengikutnya.
Kelemahan
hadits tersebut :
- Yang menjadi subjek memperjalankan Rasulullah Muhammad dalam Peristiwa Isra’ (perjalanan) yang bermakna Mi’raj (naik melalui tangga – tangga) adalah Allah Subhanahuta’ala (Qs.17 : 1), Dia yang Maha Berkehendak. Sedangkan di dalam hadits tersebut, diceritakan Nabi Musa yang menyuruh Nabi Muhammad untuk naik – turun sebanyak sembilan kali, guna mendapat pengurangan perintah sholat dari 50 rakaat menjadi 5 rakaat.
- Nampak pula dalam kisah palsu ini seolah Nabi Musa begitu perkasanya dan berilmu sehingga mampu mendikte Allah sehingga menuruti pandangan Musa alaihissalam dalam hal perintah sholat.
- Keganjilan tampak jelas dalam hadit ini, bahwa sebelum menuju langit Rosulullah sholat dua rakaat di Baitul Maqdis, sedangkan menurut kisah hadis tersebut, perintah sholat belum diterima.
- Dalam hadits ini menggambarkan bahwa Para Nabi yang sudah wafat sudah berada di langit. Sedangkan seluruh Manusia termasuk para Nabi yang sudah wafat berada di alam Qubur / Barzakh / dinding yang membatasi Alam Dunia dan Akhirat. Ulama menyebutnya alam genggaman Allah atas dasar Surah Azzumar ayat 42 menunggu datangnya Hari Berbangkit (Qs. 18 : 47)
“Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang berfikir”. (Qs. 39:42)
dan
(ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu
akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak
Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (Qs. 18 : 47)
- Nabi Muhammad adalah semulia para Nabi. Beliau tidak pernah membantah atau minta dispensasi (pengurangan) tugas dari Allah. Sedangkan yang biasa menawar dan membantah perintah Allah dan rasulNya sejak dahulu adalah orang kafir dari Bani Israil. Fakta ini dapat kita temukan dalam nash Al Quran dan Hadits yang shahih. Maka mustahil rosul kita mengadakan tawar menawar kepada Musa apalagi kepada Allah. Sedangkan seluruh rosul telah berjanji kepada Allah untuk beriman dan menolong misi Muhammad Rasulullah (Qs. 3:81)
dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi:
“Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah kemudian
datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya
kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman:
“Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?”
mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi)
dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.
Benarkah
Isra Miraj adalah menjemput perintah Shalat ?
Untuk
sama dipahami, kewajiban sholat sudah ditetapkan Allah pada tahun awal Kenabian
dengan turunnya surah al Muzammil ayat 1 – 9, jauh sebelum turunnya Surah Al
Isra pada tahun ke empat Kerasulan.
1.
Dikatakan bahwa Nabi Musa telah mengusulkan kepada Nabi Muhammad agar naik kembali menemui ALLAH untuk memohon perintah
Shalat dikurangi dari 50 kali menjadi 5 kali sehari. Dalam hal ini timbul pertanyaan,
apakah Nabi Musa lebih cerdas daripada Muhammad?
Apakah
dengan itu orang-orang Yahudi bermaksud meninggikan Nabi pembawa Taurat
daripada Nabi pembawa Alquran?
Sebaiknya
orang-orang Islam mempertimbangkan masak-masak sebelum membenarkan dongeng tak teranalisakan
itu.
2.
Dikatakan Nabi Muhammad naik kembali menemui ALLAH untuk memohon agar perintah Shalat 50 kali sehari
dikurangi dan dikurangi hingga menjadi 5 kali sehari, yaitu sepuluh persen dari
jumlah yang ditetapkan bermula.
Semisalnya
seorang pedagang menyatakan harga barangnya 50 rupiah kemudian sesudah
tawar-menawar, barang itu dijualnya 5 rupiah, maka pada otak si pembeli akan
timbul suatu anggapan bahwa pedagang itu sangat kejam atau kurang waras.
Sebaliknya pedagang waras yang menghadapi penawar barangnya sepuluh persen dari
harga yang ditetapkannya, tentu tidak akan meladeni penawar itu karena
dianggapnya kurang waras.
Dalam
pada itu Ayat 6/115, 10/64, menyatakan tiada perubahan bagi Kalimat ALLAH,
dan Ayat 33/62, 35/43, menyatakan tiada perubahan bagi Ketentuan ALLAH dan Ayat
30/30 menyatakan tiada perubahan bagi Ciptaan ALLAH.
Jika
masih berlaku tawar-menawar antara Muhammad dan ALLAH mengenai jumlah Shalat
setiap hari, tentulah pernyataan ALLAH pada beberapa Ayat Suci tersebut tidak
benar. Namun menurut pemikiran wajar, tidaklah mungkin berlaku tawar-menawar
antara Khaliq dan makhIuk-NYA.
3.
Dikatakan bahwa sewaktu Mi’raj,
Nabi menjemput atau menerima perintah Shalat dari ALLAH, kemudian sesudah
berjumpa dengan Musa, beliau naik kembali berulang kali menemui ALLAH untuk
memohon keringanan. Hal ini menyimpulkan bahwa ALLAH tidak ada di Bumi atau di
langit tempat Nabi Musa itu berada.
Sungguh
keadaan demikian sangat bertantangan dengan Firman ALLAH yang banyak tercantum
dalam Alquran, terutama Ayat 50/16, dan 7/3, di mana dinyatakan bahwa ALLAH ada
di mana saja bersama setiap diri, malah DIA lebih dekat kepada seseorang
daripada urat leher orang itu sendiri.
Sebab
itu, nyata sekali keterangan tadi batal atau sengaja dimasukkan ke dalam
masyarakat Islam oleh penganut agama lain dalam hal cerita-cerita israiliyyat. Wallahu a'lam.
Tweet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar