Akhir-akhir ini para pejabat sering disorot. Tentu tidak hanya korupsi, manipulasi dan transaksi gaib yang mereka lakukan tetapi juga hal itu dikarenakan aksi-aksi mania mereka. Ada yang sedang rapat paripurna malah nonton film porno sehingga dikenal istilah pariporno. Beredar rekaman sek dengan selingkuhan bahkan antar partai. Belum lagi pesta narkoba dan shabu-shabu. seperti yang dilansir oleh detik.com beberapa hari yang lalu :
Wakil Bupati Luwu, Syukur Bijak digerebek Satuan Narkoba
Polrestabes Makassar bersama 6 orang rekannya, di kompleks Villa
Mutiara, Makassar, sabtu pukul 21.00 Wita (9/6/2012). Ketujuh orang ini
diduga kuat baru saja berpesta Shabu.
sebenarnya apa yang mereka ingin cari dari semua aksi-aksi maksiat mania itu? ada sebuah pepatah Arab "بل زمزم فتعرف" kencingilah air zam-zam maka kamu akan terkenal. Motif ingin lebih terkenal menjadi trend bagi mereka sehingga mereka rela melakukan berbagai aksi yang distorsif padahal mereka sendiri tahu akibat dan sanksi yang akan diterima. para oknum maksiat mania ini adalah intelektual yang tidak diragukan lagi kredibilitas dan kapabelitas keilmuannya. Bahkan di komunitasnya dianggap orang yang berwibawa serta tahu hukum. Akan tetapi mengapa mereka mau melakukan perbuatan keji tersebut. Inilah yang disebut dengan istilah hyperpop. Popularitas berlebihan berawal dari ketidakpuasan terhadap jati diri yang dimiliki dan arogansi keakuan bahwa hukum bisa aku beli. Memang tidak diherankan lagi hukum di negeri tercinta ini sama seperti mata pisau. Tajam ke atas sementara ke bawah tumpul. Hukum untuk orang kaya dan para pejabat mandul sementara untuk para kolongmelarat dan masyarakat awam hukum harus dipikul. Sehingga kasus demi kasus para petinggi dan kolongmerat yang diseret ke meja hijau berlalu begitu saja dan nyaris tidak terdengar. Di sisi lain seorang nenek atau kakek yang mencuri tiga biji kakau dan tiga buah semangka langsung proses hukumnya jelas dan tuntas. Kurungan setahunpun atau denda sekian juta menjadi prioritas sehingga si nenek dan si kakek menangis dan terkulai lemas melihat hukum negeri yang sudah tertindas.
Hukum memang bejat dan pejabatpun kurang bermunajat. Memohon ampun dari dini kepada Allah. Mereka menyadari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Tetapi dalam praktiknya nilai-nilai Ketuhanan diabaikan. Karena Tuhan Maha Pengampun dan Pemaaf maka tobatpun dilakukan di akhir hayat setelah menikmati maksiat mania tersebut. Tetapi tidakkah disadari atau memang sadar bahwa dua malaikat selalu bergantian mencatat amal dan perilaku kita. Kadangkala mereka bertukar posisi dalam pencacatan itu. Mungkin saking lelahnya mencatat dan bingung melihat tingkah manusia yang tidak pernah konsisten dalam beramal.
"Tidaklah seseorang mengucapkan suatu perkataan, melainkan di sisinya
terdapat malaikat Raqib dan Atid." ( Surah Qaf, ayat 18)
Jangankan perbuatan, perkataanpun tidak luput dari jangkaun Malaikat berdua ini. Sadarlah bagi mereka yang mengabaikan nilai-nilai ketuhanan terhadap ayat ini. Salah satu gaya bahasa Allah dalam surahNya ini menggunakan La nafiyatul jinsi (menafikakan segala jenis) yang dibarengi dengan adat ististna' (pengecualian) hal ini menandakan bahwa Allah sangat tegas dan akan mengadili seberat-beratnya bagi siapa yang meragukan eksitensi dua malaikatNya ini dan tidak mau mengontrol perbuatan atau perkataannya. Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar